IQNA

Pengakuan Dua Tentara Myanmar dalam Pembunuhan Muslim Rohingya

6:54 - September 13, 2020
Berita ID: 3474590
TEHERAN (IQNA) - Dua tentara Angkatan Darat Myanmar telah mengaku kepada Mahkamah Pidana Internasional bahwa mereka membunuh Muslim Rohingya, menguburkan mereka di kuburan massal dan memperkosa wanita.

Anadolu melaporkan, dua tentara Angkatan Darat Myanmar yang meninggalkan negara itu pada bulan lalu ditangkap kemarin dan dipindahkan ke Den Haag untuk menghadiri pertemuan Mahkamah Pidana Internasional guna menyelidiki kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh tentara Myanmar.

Menurut New York Times; Para tentara itu mengaku selama interogasi yang direkam dengan kamera bahwa mereka telah berpartisipasi dalam pembunuhan dan penguburan Muslim Rohingya di kuburan massal di kota Buthidaung dan Maungdaw.

Miu Winton, salah satu tentara mengatakan, “Pada Agustus 2017, atasan mereka memerintahkan mereka untuk menargetkan siapa saja yang mereka lihat dan dengar. Dia mengikuti perintah ini dan terlibat dalam pembunuhan 30 Muslim Rohingya dan penguburan mereka di kuburan massal dekat stasiun pangkalan dan pangkalan militer.”

“Kami mengubur 8 wanita, 7 anak-anak dan 15 pria dalam satu kuburan. Kami menembak semua orang tanpa diskriminasi. Kami menargetkan pria Muslim di dahi dan mendorong tubuh mereka ke dalam lubang dengan kaki kami,” kata Prajurit berusia 33 tahun.

Tentara Myanmar itu juga mengaku memperkosa seorang wanita Muslim Rohingya.

“Kami telah menghapus sekitar 20 desa Muslim Rohingya dari peta. Karena saya berpangkat rendah, saya tidak melakukan kekerasan seksual. Tetapi ketika tentara lain memperkosa wanita Arakan, saya mengawasi mereka,” kata Zhao Naing-ton, tentara lainnya.

Dia juga mengatakan bahwa dia berusia 30 tahun dan pernah menjadi pendeta Buddha sebelum bergabung dengan tentara Myanmar.

Karena itu, untuk pertama kalinya, anggota Tentara Myanmar (Tatmadaw) secara eksplisit mengaku terlibat dalam pembantaian Muslim Arakan, yang oleh pejabat PBB disebut sebagai genosida.

Sementara itu, sebagian besar warga desa Arakan merdeka menunjukkan lokasi kuburan massal, yang sesuai dengan tempat-tempat yang diakui tentara.

Kuburan massal ini, yang berulang kali dibantah oleh pemerintah Myanmar, dapat digunakan sebagai bukti dalam penyelidikan dan proses hukum lainnya di hadapan Mahkamah Pidana Internasional.

Kedua tentara tersebut belum ditangkap, namun nasib mereka masih belum diketahui.

Basha Mia, seorang Muslim Rohingya yang tinggal di kamp-kamp di Bangladesh, mengatakan neneknya terbunuh bersama 16 orang dari desa Tin Ganet dan dibuang di salah satu kuburan massal. Desa tersebut kemudian dibakar oleh pasukan Myanmar dan dihapus dari peta.

Para saksi mata di Arakan mengatakan bahwa setelah membuang mayat di kuburan massal, tentara membawa buldoser ke daerah itu untuk menutupi mayat.

Bashir Ahmad, dari desa Zinping Nyar, juga mengatakan bahwa tentara Myanmar mencapai desa mereka pada 26 Agustus 2017 dan menembaki siapa saja yang menghalangi jalan mereka.

“Mereka menghancurkan rumah kami dan tidak ada yang tersisa,” katanya.

Pada 25 Agustus 2017, tentara Myanmar melancarkan serangannya di kawasan Arakan. Ribuan warga sipil Arakan tewas dalam serangan tersebut, dan sekitar 350 desa dibakar oleh tentara dan ekstremis Buddha.

Menurut laporan PBB terbaru, jumlah Muslim yang melarikan diri dari kekerasan tentara Myanmar dan ekstremis Buddha sejak 25 Agustus 2017 dan mengungsi di kamp-kamp dan tempat penampungan sementara di pinggiran Cox's Bazar, Bangladesh, telah mencapai 745.000 orang.

Sejak 1970 sampai sekarang, 84% dari 2 juta Muslim Arakan telah melarikan diri ke negara tetangga menyusul kekerasan yang dilakukan oleh tentara Myanmar dan ekstremis Buddha. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi hak asasi manusia internasional lainnya menggambarkan kekerasan terhadap Muslim Arakan di Myanmar sebagai pembersihan etnis dan genosida. (hry)

 

3922262

captcha