“Para turis asing menemukan suasana tak terduga dalam masyarakat yang telah lama dikenal sebagai salah satu komunitas paling konservatif di dunia. Sampai saat ini, industri pariwisata Arab Saudi sebagian besar terbatas pada pelancong bisnis, pekerja, dan peziarah di luar negeri, dan kunjungan ke kota-kota suci Madinah dan Ma kkah dibatasi untuk non-Muslim,” menurut IQNA, mengutip Salam Gateway.
Namun, banyak hal berubah dengan cepat sejak negara itu meluncurkan program e-visa untuk wisatawan internasional pada September 2019.
Di bawah agenda Visi 2030 untuk reformasi ekonomi dan sosial, Arab Saudi menawarkan visi "negara pro-toleransi yang konstitusional dan moderat". Pada 2019, negara itu mengumumkan perintah bagi perempuan asing untuk mengenakan pakaian yang lebih nyaman, dengan mengatakan bahwa mereka tidak lagi perlu mengenakan jubah atau jilbab. Namun, wisatawan tetap diharapkan mengenakan pakaian yang pantas.
Pejabat Saudi belum secara resmi mengumumkan apakah wisatawan non-Muslim diizinkan memasuki Makkah dan Madinah, tetapi wisatawan telah mengkonfirmasi pendekatan ke tempat-tempat suci.
Pemandangan dan tentu saja, "hanya untuk Muslim" di Arab Saudi, setelah beberapa dekade ditutup, terus menarik minat wisatawan asing. Selain kota suci Makkah dan Madinah, pengunjung menjelajahi atraksi yang belum pernah ada sebelumnya di seluruh negeri, yang menampung enam Situs Warisan Dunia UNESCO. (HRY)