Aktivitas manusia dibatasi oleh dua faktor: Situasional dan waktu. Jika kita tidak bisa berada di tempat dan waktu yang tepat, kita mungkin tidak akan mampu mencapai apa yang takdir tawarkan kepada kita. Dapat dikatakan bahwa hampir semua hal akan berhasil jika dilakukan pada waktu dan tempat yang tepat.
Pada dasarnya manusia dapat ditempatkan pada jalur pertumbuhan dan bimbingan apabila diperlakukan dengan cara yang benar. Berapa banyak perjumpaan dimana manusia bukan saja tidak dibimbing bahkan meninggalkan jalan tersebut dan mengambil jalan bimbingan itu pada dirinya sendiri. Jadi para nabi menggunakan metode ini untuk menumbuhkan dan membimbing manusia.
Para pendidik harus memperhatikan fakta bahwa tidak mungkin berbicara dengan gaya yang sama di semua situasi; sebaliknya, manajemen pendidikan mensyaratkan bahwa seseorang kadang-kadang menyampaikan pesannya secara lisan, dalam situasi tertentu, pesan tertulis harus efektif dan efisien, dalam beberapa kasus, kata-katanya harus bersifat emosional dan oratoris, dan terkadang sebaliknya, pesan dalam bentuk nasehat dan mauizah bisa efektif; kadang-kadang pesan tersebut bahkan perlu dicampur dengan celaan dan teguran.
Oleh karena itu, nada bicara Nabi Musa (as) tidak sama ketika bertemu dengan Firaun dan ketika berbicara kepada Bani Israil, dan Nabi Musa ini berbicara dengan dua cara yang berbeda dalam dua situasi tersebut. Di hadapan Firaun dengan perkasa dan keteguhan, dan di hadapan Bani Israel, dengan penuh kasih sayang dan kebaikan:
Firaun mulai berperang melawan Nabi Musa (as) dan dia merekrut pasukan dari pihak ini dan itu untuk berperang melawan Nabi Musa (as) dan menggunakan semua trik dan rencananya:
فَتَوَلَّى فِرْعَوْنُ فَجَمَعَ كَيْدَهُ ثُمَّ أَتَى
“Maka Firaun meninggalkan (tempat itu), lalu mengatur tipu dayanya, kemudian dia datang.” (QS. Taha: 60)
Pada tahap ini, rencana Firaun untuk menghadapi Nabi Musa (as) dan misinya telah terungkap, tidak ada tempat baginya untuk bersikap lunak, ia harus melawan tipu daya Firaun.
Nabi Musa (as) menyapanya dan berkata:
قالَ لَهُمْ مُوسى وَیْلَکُمْ لاتَفْتَرُوا عَلَى اللهِ کَذِباً فَیُسْحِتَکُمْ بِعَذابٍ وَ قَدْ خابَ مَنِ افْتَرى
Berkata Musa kepada mereka: "Celakalah kamu, janganlah kamu mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, maka Dia membinasakan kamu dengan siksa". Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan.” (QS. Taha: 61)
Nabi Musa (as) menghadapi beberapa masalah dalam berurusan dengan umatnya ketika dia ingin memberi mereka keputusan dari Allah swt, jadi pertama-tama dia mempersiapkan mereka secara emosional agar mereka menerima ucapan yang benar dan lebih lanjut Allah berfirman:
وَ إِذْ قالَ مُوسى لِقَوْمِهِ یا قَوْمِ اذْکُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَیْکُمْ إِذْ جَعَلَ فیکُمْ أَنْبِیاءَ وَ جَعَلَکُمْ مُلُوکاً وَ آتاکُمْ ما لَمْ یُؤْتِ أَحَداً مِنَ الْعالَمین
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain". (QS. Al-Maidah: 20)
Musa berkata kepada kaumnya: “Wahai umatku! Ingatlah nikmat Allah atas kamu ketika Dia menempatkan nabi-nabi di antara kamu; (dan memutuskan belenggu perbudakan dan penahanan Firaun) dan menjadikanmu penguasa dan pemilik kekuasaannya; Dan dia memberimu sesuatu yang belum dia berikan kepada dunia mana pun!
Oleh karena itu, untuk mensyukuri nikmat tersebut, maka perlu mentaati apa yang diperintahkan oleh pemilik nikmat tersebut, lalu berkata kepada mereka.
یا قَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتی کَتَبَ اللهُ لَکُمْ وَ لا تَرْتَدُّوا عَلى أَدْبارِکُمْ فَتَنْقَلِبُوا خاسِرینَ
“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Maidah: 21)