
Dalam pidato yang disampaikan pada Senin malam (13/05) dalam peringatan delapan tahun kemartiran Komandan Mustafa Badreddine, Sayyed Nasrallah menggarisbawahi bahwa kelanjutan operasi Perlawanan Lebanon dalam mendukung front Gaza adalah “masalah yang sudah tetap dan tidak dapat didiskusikan.”
Dia menekankan bahwa seluruh dunia “telah menerima fakta ini,” seraya menambahkan bahwa inilah sebabnya Amerika menyampaikan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahwa tidak ada solusi bagi Front Utara tanpa gencatan senjata di Gaza.
Pemimpin Perlawanan ini kemudian berbicara kepada para pemukim di wilayah utara Palestina yang ingin kembali ke pemukiman mereka, menyerukan mereka untuk menekan pemerintah mereka agar mengakhiri agresi di Jalur Gaza.
Israel Terbentur Tembok
Sayyed Nasrallah menjelaskan bahwa mengevaluasi hasil perang memerlukan penilaian medan perang dan tidak bergantung pada klaim kemenangan Israel, yang menunjukkan bahwa “ada konsensus mengenai kegagalan Israel.”
Dia juga menunjukkan bahwa bahkan sekutu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengejeknya ketika dia mengatakan bahwa dia “selangkah lagi menuju kemenangan,” dan menekankan bahwa masalah ini “tidak terbatas pada kegagalan Israel untuk mencapai tujuan tetapi meluas hingga mencakup kekalahan yang lebih strategis.”
Pemimpin Perlawanan ini menyinggung jajak pendapat Israel mengenai kepercayaan terhadap “Israel” sebagai “negara” dan tentaranya, dan menyoroti bahwa setidaknya 30% pemukim percaya bahwa “Israel” tidak dapat dihuni.
Pemimpin Hizbullah tersebut menilai bahwa “pencapaian nyata” adalah kegagalan Israel dukungan Barat, untuk mendapatkan kembali tawanannya atau mencapai bentuk kemenangan apapun, belum lagi ketidakmampuannya untuk melindungi kapal-kapalnya dari rudal yang diluncurkan dari jarak ribuan kilometer.
Sayyed Nasrallah menambahkan bahwa “citra pencegahan” dalam entitas pendudukan Israel runtuh, terutama setelah Operasi Janji Sejati Iran.
Dalam konteks yang sama, ia menyebutkan bahwa para jenderal senior Israel mengatakan bahwa Netanyahu, melalui desakannya pada perang, “membawa kita ke jurang yang dalam,” dan mencatat bahwa orang-orang Israel ini juga berbicara tentang “terus berkurangnya front pendukung maupun ekonomi di Gaza.”
Sayed menambahkan bahwa “Israel” takut menarik diri dari Gaza karena itu berarti kekalahannya, yang merupakan “bencana” bagi entitas tersebut. Ia juga menunjukkan bahwa kepemimpinan Israel “tidak memiliki visi untuk hari setelah perang.”
Menyoroti hal ini, Sayyid Nasrallah menegaskan bahwa pendudukan Israel sudah terbentur tembok (mentok) dan sedang mencari-cari gambaran kemenangan. Ia menunjukkan bahwa “Netanyahu ingin menyerang Rafah untuk menghapus gambaran kekalahan.”
Mengenai usulan mediator yang disetujui Hamas, Sayyid Nasrallah mengatakan hal itu mengejutkan Netanyahu karena berarti kekalahannya dan kemenangan bagi Hamas (karena memenuhi tuntutan Hamas).
Oleh karena itu, “pendudukan Israel mempunyai dua pilihan, kembali ke dokumen mediator, yang berarti kekalahan bagi Israel, atau melanjutkan [perang],” tegasnya.
‘Penipuan AS tidak boleh menipu siapa pun’
Senada dengan hal tersebut, Sekretaris Jenderal Hizbullah berbicara tentang dukungan AS yang terus berlanjut terhadap pendudukan Israel dalam perang di Gaza, dan menekankan bahwa “bahkan jika Amerika Serikat menghentikan perjanjian senjata yang ditujukan untuk Israel, mereka akan mengizinkannya kembali. Ini merupakan penipuan Amerika karena apa yang terjadi tidak lebih dari perselisihan taktis antara Amerika Serikat dan Israel.”
“Teater yang kita saksikan saat ini tidak boleh menipu siapa pun, karena Washington mendukung Israel [apa pun yang terjadi],” tegasnya.
Lebih jauh lagi, Sayyid Nasrallah menegaskan bahwa apa yang terjadi di platform PBB dan Pengadilan Internasional adalah bukti nyata dari dukungan AS yang terus menerus dan tanpa henti terhadap “Israel”, dengan indikasi yang jelas bahwa posisi AS tidak berubah sama sekali.
Sayyed Nasrallah juga menunjukkan bahwa salah satu hasil paling signifikan dari perang ini adalah pengakuan “Israel” bahwa mereka tidak meraih kemenangan, dan menyoroti bahwa 70% pemukim Israel menuntut pengunduran diri Kepala Staf Herzi Halevi.
Ia juga menekankan bahwa Operasi Badai Al-Aqsa, ketahanan masyarakat, dan gambaran darah anak-anak dan perempuan di Gaza dan Lebanon selatan telah menunjukkan warna sebenarnya dari “Israel”.
Sayyid Nasrallah menegaskan kembali bahwa salah satu tujuan Perlawanan Palestina dan Poros Perlawanan yang dideklarasikan sejak awal pertempuran Badai Al-Aqsa adalah untuk menghidupkan kembali perjuangan Palestina, mengingatkan dunia akan Palestina yang terlupakan, dan menegakkan hak-hak rakyatnya di wilayah pendudukan dan diaspora.
“Adegan paling penting yang mencerminkan kemenangan Perlawanan adalah ketika delegasi Israel di PBB mengangkat foto pemimpin Yahya al-Sinwar,” tegasnya.
Sayyed Nasrallah menekankan bahwa, berkat Operasi Badai Al-Aqsa, perjuangan Palestina kini menjadi pembicaraan di seluruh dunia, termasuk di PBB, di mana sebagian besar negara menuntut gencatan senjata.
Sekretaris Jenderal Hizbullah juga menyinggung protes yang terjadi di universitas-universitas di Amerika Serikat dan di seluruh Eropa, dan menegaskan bahwa protes ini, yang mengatasnamakan Palestina, “adalah hasil dari 7 Oktober dan peristiwa-peristiwa berikutnya.”
Pengkhianatan Beberapa Penguasa Negara Arab
Dia menyebutkan bahwa beberapa penguasa Arab akan menandatangani sertifikat kematian perjuangan Palestina melalui normalisasi hubungan dengan pendudukan Israel, yang akan terjadi dalam beberapa bulan mendatang.
Dia juga mencatat bahwa beberapa rezim dan media Arab kini mempromosikan entitas pendudukan Israel sebagai “satu-satunya negara demokratis” di kawasan. (HRY)
Sumber: arrahmahnews.com