“Kekejaman rezim tersebut juga tidak akan mematahkan kegigihan rakyat Palestina untuk melawan pendudukan,” gerakan tersebut menambahkan dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu, menandai peringatan pembantaian yang dilakukan oleh Baruch Goldstein pada tanggal 25 Februari 1994.
Kekejaman tersebut mengakibatkan 29 jamaah Palestina terbunuh dan puluhan lainnya, termasuk anak-anak dan orang tua, menderita luka-luka di dalam Masjid Ibrahimi di kota al-Khalil (Hebron) di selatan Tepi Barat yang diduduki Israel, sementara pasukan pendudukan dan polisi Israel memberikan perlindungan untuk serangan tersebut. Sebanyak 26 warga Palestina lainnya tewas kemudian selama pasukan tersebut menekan protes Palestina.
‘Pola agresi’
“Kejahatan ini bukan insiden yang berdiri sendiri, tetapi bagian dari kampanye agresi sistematis yang terus berlanjut hingga hari ini,” kata Hamas.
Kelompok tersebut mengutip pendudukan yang sedang berlangsung oleh rezim, perluasan permukiman ilegal, dan penodaan tempat-tempat suci Palestina sebagai contoh lain dari agresi tersebut, dan mengecam semuanya sebagai “pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.”
Hamas secara langsung menyamakan pembantaian tahun 1994 dengan pertumpahan darah yang terus-menerus dilakukan Tel Aviv terhadap warga Palestina di Jalur Gaza, yang sejak Oktober 2023 telah menyebabkan kematian lebih dari 48.300 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, di seluruh wilayah pesisir yang sudah diblokade dengan ketat.
Gerakan tersebut juga mengutuk meningkatnya aktivitas permukiman ilegal dan meningkatnya serangan mematikan di Tepi Barat, termasuk kota suci al-Quds yang diduduki, yang meliputi penghancuran rumah, serangan sistematis terhadap jamaah Palestina di Masjid al-Aqsa di al-Quds, dan upaya pencaplokan tanah.
Gerakan tersebut menekankan bahwa kejahatan ini, meskipun mendapat kecaman internasional, terus berlanjut karena dukungan Barat terhadap rezim dan tidak adanya tindakan global.
Penegasan perlawanan yang berkelanjutan, seruan untuk keadilan
Menandai peringatan yang khidmat tersebut, Hamas lebih lanjut menegaskan kembali komitmen kelompok itu untuk membela warga Palestina serta tanah dan kesucian mereka, selain menegaskan kembali keteguhan semua warga Palestina lainnya di Gaza, Tepi Barat, al-Quds, dan diaspora dalam hak mereka untuk melawan pendudukan.
Hamas menekankan bahwa semangat perlawanan tetap teguh dan terus membentuk perjuangan Palestina saat ini.
“Rakyat Palestina tidak akan pernah melupakan atau memaafkan kejahatan pendudukan. Setiap pembantaian, setiap tindakan agresi memperkuat tekad kami. Perlawanan akan terus berlanjut hingga kamimendapatkan kembali hak-hak kami, mencapai aspirasi kami, dan mendirikan negara merdeka dengan al-Quds sebagai ibu kotanya,” demikian pernyataan tersebut.
Gerakan tersebut menghormati semua syahid Palestina, yang telah mengorbankan nyawa mereka dalam perjuangan untuk kebebasan dan kemerdekaan, dan menyerukan pembebasan segera semua tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Hamas juga memperbarui seruannya kepada lembaga-lembaga internasional, termasuk Mahkamah Internasional dan Mahkamah Pidana Internasional, untuk mengadili pejabat-pejabat Israel atas kejahatan perang mereka. “Para pelaku pembantaian ini tidak boleh lolos dari keadilan, dan dunia juga tidak boleh menyerah pada tekanan AS yang melindungi Israel dari pertanggungjawaban,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
Sementara itu, kelompok tersebut menyoroti tanggapan perlawanan Palestina terhadap pembantaian Masjid Ibrahimi, yang menandai titik balik dalam perjuangan tersebut. Hal itu menggarisbawahi bahwa perlawanan telah berkembang sejak saat itu, dengan operasi-operasi yang menargetkan pasukan Israel dan pemukim ilegal semakin intensif dalam menghadapi penindasan yang meningkat.
Ia mengenang tokoh-tokoh perlawanan utama, seperti Yahya Ayyash dan Mohammed al-Deif, yang memainkan peran penting dalam membalas pendudukan setelah pembantaian tersebut.
Salah satu tanggapan tersebut adalah penangkapan tentara Israel Nachshon Wachsman pada tahun 1994, sebuah operasi yang bertujuan untuk mengamankan pembebasan tahanan Palestina.
Pada hari Rabu juga, dua video muncul, salah satunya menggambarkan al-Deif, mengeluarkan ultimatum terhadap rezim tersebut karena membebaskan lebih dari 200 tahanan Palestina.
Rekaman tersebut menampilkan peringatannya bahwa Hamas akan membunuh Wachsman kecuali rezim tersebut membebaskan warga Palestina, yang termasuk beberapa tokoh terkemuka seperti Sheikh Ahmed Yassin, pendiri Hamas, sebagai imbalan atas pembebasan Wachsman. (HRY)
Sumber: arrahmahnews.com