Menurut Iqna, acara ihya malam Asyura tersebut digelar pada Sabtu malam, 5 Juli, di Masjid Jamkaran, dengan dihadiri oleh sekelompok aktivis Alquran dari provinsi Qom dan masyarakat umum.
Di awal acara, yang berlanjut hingga azan subuh pada hari Minggu, 6 Juli, Vahid Nazarian, qari internasional Iran, melantunkan ayat-ayat suci Alquran, dan kemudian Hujjatul Islam wal Muslimin Mohamad Mahdi Mandegari, seorang pengajar di hauzah Qom, menyampaikan pidato.
“Malam Asyura, sebagai salah satu malam paling pahit dan tragis dalam sejarah umat manusia, bukan hanya momen kesyahidan manusia yang sempurna tetapi juga titik balik dalam perjalanan penentuan takdir manusia, malam ketika Tuhan, melalui Alquran natiq (yang berbicara), membedakan manusia menjadi dua kelompok: Mereka yang berjalan di jalan kebenaran dan kebajikan, dan mereka yang berjalan di jalan penindasan dan penyimpangan,” ucapnya.
Mandegari menambahkan, malam Asyura adalah malam pembedaan antara manusia yang bersemangat dan mereka yang tampak seperti manusia, tetapi sebenarnya lebih rendah dari binatang. Jika kita mencermati kehidupan Imam Husein (as), yang merupakan perwujudan sempurna Alquran dan guru samawi, serta para syuhada yang menempuh jalannya yang dididik berdasarkan ajaran Alquran, kita akan menyadari bahwa mengenali orang-orang hebat ini adalah cara untuk menerapkan kebenaran Alquran dalam kehidupan individu dan sosial setiap orang.
Guru besar hauzah ilmiah Qom ini memperkenalkan dan menjelaskan beberapa ayat Alquran yang memperkenalkan jalan hidup Imam Husein (as): Jalan pendidikan ini bermula dari surah Hamdalah yang penuh berkah. Allah berfirman:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ؛ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“Bimbinglah kami ke jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat”. Allah telah membentangkan jalan pendidikan yang di dalamnya terbentang jalan yang lurus bagi hamba-hamba-Nya. Konsep ini juga ditegaskan dalam ayat ketiga surah Al-Insan, yang berbunyi:
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
“Sesungguhnya Kami telah menunjukkan kepadanya jalan (yang lurus); ada yang bersyukur dan ada pula yang sangat kufur”. Artinya, Allah telah membuka jalan hidayah bagi manusia, namun menerima hidayah tersebut akan berujung pada rasa syukur dan penerimaan atau pada kekufuran dan pengingkaran.
Mandegari menyatakan, sepanjang sejarah, manusia telah terbagi menjadi dua kelompok; kelompok yang "bisa dididik" dan dididik dengan Alquran dan Ahlulbait (as) serta berjalan di jalan kebenaran, dan kelompok lain yang "menolak pendidikan". Pada masa Nabi Muhammad (saw) dan para Imam maksum (as), jumlah mereka yang menerima jalur pendidikan ini sedikit. Pada masa Imam Husein (as), jumlah ini mencapai 72 orang; orang-orang yang tidak hanya akan diberi ucapan selamat dan penghormatan khusus pada Hari Pengadilan, tetapi juga melambangkan penerimaan penuh terhadap pendidikan Alquran dan itrah suci.
Ia menyatakan, Allah berfirman dalam surah An-Nisa ayat 69:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
“Siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nabi Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (akan dikumpulkan) bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. Dalam ayat ini, diperkenalkan lima kelompok orang yang terdidik, yaitu "para nabi", "siddiqin", "para syuhada besar dari Badar dan Uhud hingga Karbala, revolusi Islam, pertahanan suci, pembela tempat suci dan perang dua belas hari", "orang-orang saleh" dan "orang-orang yang benar-benar taat kepada Allah dan Rasul-Nya." Kelompok-kelompok ini adalah contoh yang luar biasa dan model yang sempurna dari pendidikan Alquran.
Ia melanjutkan dengan memperkenalkan kelompok kedua yang menentang pendidikan dan berkata: Mereka adalah orang-orang al-Maghdhubi ‘alaihim (yang dimurkai) dan merekalah yang telah berpaling dari petunjuk dan menentang pendidikan dan seruan kepada kebenaran. Mereka pernah menghina Nabi (saw), pernah melempari Imam Husein (as), dan saat ini mereka adalah Zionis dan musuh kemanusiaan yang membunuh anak-anak dan orang-orang yang tidak bersalah.
Guru besar hauzah ilmiah Qom itu menambahkan: “Kelompok ketiga adalah "al-Dhaaliin" atau pengembara, mereka yang tidak menemukan jalan kebenaran dan tidak sepenuhnya berpaling darinya, tetapi malah hidup dalam kebingungan dan kekalutan. Kelompok ini hadir di Madinah, Kufah, dan Suriah pada masa Imam Husein (as), dan saat ini mereka juga adalah orang-orang yang hidup acuh tak acuh terhadap benar dan salah dalam menghadapi berbagai peristiwa.
Mandegari menjelaskan, Alquran mengatakan dalam surah Al-Baqarah ayat 154:
وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ
“Janganlah kamu mengatakan bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Namun, (sebenarnya mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”. Imam Husein (as) dan para sahabatnya yang setia tampaknya telah meninggal dunia, tetapi mereka benar-benar hidup dan abadi dan terus menyampaikan pesan kebenaran kepada dunia. Malam Asyura bukan hanya momen dalam sejarah, tetapi juga simbol memilih jalan yang benar dan mengikuti ajaran Alquran dan Ahlulbait (as), simbol yang merupakan panduan sejati bagi kehidupan manusia. Mengetahui dan mengikuti jalan ini akan menjamin kehidupan yang baik dan kebahagiaan di dunia ini dan akhirat.
Ia mengisyaratkan surah Ali Imran ayat 169 dan Allah swt berfirman dalam ayat ini:
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
“Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Sebenarnya, mereka itu hidup dan dianugerahi rezeki di sisi Tuhannya”. Allah dengan jelas menyatakan hakikat yang besar yang dengannya nasib para syuhada di jalan kebenaran dapat dipahami. Jangan sekali-kali menganggap orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati; mereka itu hidup dan diberi rezeki di sisi Tuhan mereka. Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa para syuhada seperti Imam Husein (as) dan para sahabat setianya yang mati syahid di Asyura sebenarnya hidup dan diberi rezeki di sisi Allah swt dengan martabat dan kehormatan yang paling tinggi.
Guru besar hauzah ilmiah Qom ini menyatakan, kelanjutan ayat-ayat surah AliImran, dikatakan: Orang-orang terkasih ini sedang bersenang-senang dan bahagia. Ada dua jenis kesenangan, “kesenangan duniawi” yang terbatas dan cepat berlalu, dan “kebahagiaan di akhirat” yang abadi dan tidak ada habisnya. Yazid adalah salah satu simbol kesenangan duniawi, yang menghabiskan 37 tahun hidupnya menjalani kehidupan yang materialistis dan menindas, kesenangannya terbatas dan cepat berlalu. Sebaliknya, Imam Husein (as) dan para syuhada Karbala adalah contoh nyata dari kebahagiaan di akhirat, mereka yang telah berada dalam kebahagiaan dan kebahagiaan abadi selama 1400 tahun dengan mengorbankan hidup dan harta mereka di jalan Tuhan.
Ia melanjutkan dengan mengisyaratkan sebagian karakteristik para syuhada yang gugur bersama Imam Husein (as), dengan mengatakan para syuhada ini memiliki karakteristik yang menonjol, pertama, mereka dapat dididik dan diberi petunjuk, kedua, kematian mereka yang tampak tidak berarti akhir dari kehidupan mereka, dan ketiga, mereka dipandang sebagai orang-orang pilihan yang hakiki untuk akhirat, dan akhirnya mereka ditempatkan di surga ilahi yang khusus dan eksklusif.
Mandari mengisyaratkan pada ayat-ayat terakhir dari surah Al-Fajr dan menyatakan, dalam ayat-ayat ini, Allah SWT menjanjikan kepada nafs mutmainnah (jiwa yang tenang):
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ؛ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً؛ فَادْخُلِي فِي عِبَادِ؛ وَادْخُلِي جَنَّتِي
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rida dan diridai”. Ayat-ayat ini mengungkapkan janji untuk memasuki surga khusus bagi mereka yang telah mencapai keridhaan ilahi, surga yang di antaranya para syuhada Karbala dan Ahlulbait (as) adalah di antara penghuninya.
Guru besar hauzah ilmiah Qom tersebut juga menyinggung surah Ash-Shaff ayat keempat dan Allah swt berfirman dalam ayat ini:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam satu barisan, seakan-akan mereka suatu bangunan yang tersusun kukuh”. Pensifatan khusus ini dipersembahkan kepada para syuhada Karbala, khususnya Imam Husein (as), orang-orang yang meraih derajat tinggi dalam cinta dan kasih sayang ilahi pada hari Asyura.
“Salah satu alasan penting mengapa Imam Husein (as) beristirahat sejenak pada malam Asyura untuk membaca Alquran adalah karena seruan untuk kembali kepada Alquran, yang berulang kali beliau anjurkan dan berikan perhatian khusus. Alquran membagi berita dunia ke dalam tiga kategori; kategori yang 100% salah, kategori yang meragukan, dan kategori yang benar. Dengan sikap agung ini, Imam Husein (as) ingin mengajak kita untuk mengenali ketiga kategori ini dengan benar,” jelasnya.
Mandegari berkata: “Allah swt memperingatkan dalam surah Al-Munafiqun ayat pertama bahwa meskipun orang-orang munafik mengumumkan berita yang tampaknya benar, berita itu juga bohong. Contoh nyata dari berita palsu ini adalah propaganda Ibnu Ziyad dan Yazid, yang menipu masyarakat Kufah dengan kebohongan mereka. Saat ini, skenario yang sama sedang diulang oleh rezim Zionis dan Amerika, musuh dan orang-orang munafik yang mengklaim bahwa mereka tidak ada hubungannya dengan rakyat, tetapi malah memerangi pemerintah, tetapi lihatlah anak-anak yang terbunuh di Gaza dan kemudian lihat apakah mereka berbohong, maka Alquran menganggap klaim ini sebagai kebohongan. Alasan mengapa orang-orang tidak mendukung Imam Husein (as) dan Alquran yang berbicara adalah karena mereka mendengarkan kebohongan musuh-musuh ini. Saat ini, media berbahasa Persia melakukan hal yang sama”.
Ia menambahkan, bagian kedua adalah berita-berita meragukan, yang dibahas dalam ayat 12 dari surah Al-Hujarat dan ayat 34 dari surah Abasa. Dalam surah Al-Hujarat, disebutkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang”.
Di penghujung Mandegari mengatakan: “Kategori ketiga adalah berita-berita yang benar dan jujur yang difirmankan oleh Allah dan para wali-Nya serta didukung oleh-Nya. Sebanyak 72 orang sahabat Imam Husein (as) mengikuti kategori ini, sementara banyak lainnya berada pada kategori pertama dan kedua”. (HRY)