IQNA

Irfan Sejati Melahirkan Kesesuaian Antara Akal dan Syuhud

4:29 - December 18, 2011
Berita ID: 2240325
Dr. Fanai Asykuvari: Irfan tidak hanya meyakini bahwa akal dan syuhud tidak bertentangan malah kesesuaian akal dan syuhud adalah keniscayaan.
IQNA: Dr Moh. fanai Asykuvari, Anggota Guru besar di Yayasan Imam Khomeini untuk pendidikan dan Riset menyampaikan hal itu dalam work shop yang bertemakan pondasi dan esensi Irfan Islami.

Ashkuavari menambahkan, bahwa Irfan yang demikian itulah yang merupakan Irfan sejati yang diambil dari ajaran suci Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadits Nabi dan para Imam suci Ahlul bait as.

menurutnya, memang antara pengetahuan hati dan rasa berbeda dengan pengetahuan teoritis yang digapai oleh akal.

Pengetahuan hati itu adalah digapai dengan ketulusan beribadah dan tidak cukup hanya pengetahuan akal dan rasional murni.

Karenanya Irfan Islami tidak mengenal cara lain selain berpegang teguh dengan ajaran syariat dalam tingkat yang sangat sempurna. bahkan mengamalkan syariat bagi ahli irfan bukanlah sekedar melakukan praktik lahiriah semata, namun juga mendalami sisi batin darinya dengan pengetahuan dan asah hati yang telah bersih dan siap menerimanya, tegasnya.

Dalam sebuah hadits disebutkan, bahwa ilmu itu adalah cahaya yang diberikan oleh Allah kepada hati hamba-Nya yang dikehendaki. ilmu yang dimaksud adalah bukan ilmu yang hanya berhubungan dengan lahirian dan kulit semata, namun ilmu yang berhubungan dengan sisi batin yang diperlukan padanya kebersihan hati, ketulusan beribadah dan menghambakan diri kepada Allah, tambahnya.

ashkuvari juga menegaskan, bahwa berbagai pemikiran Irfan itu telah tercantum dengan jelas dalam ajaran agama, hanya saja dalam perjalanannya di setiap zaman hanya sedikit orang yang mampu menjalankannya. sebaliknya terdapat orang-orang yang karena tertipu oleh keinginan hawa nafsu maka menjadikan irfan sebagai alat dan tunggangan semata.

Kesalahan sebagian kelompok dalam Islam yang anti kepada irfan (seperti salafiyah dan sebagian kelompok tafkiyk) adalah karena mereka mengambil ungkapan dari beberapa orang tertentu kelompok sufi yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.

Karenanya perlu untuk dilakukan telaah yang benar serta identifikasi berbagai klaim atas irfan sepanjang sejarah untuk kita verifikasi dengan ajaran Islam sehingga kita bisa bedakan antara irfan sejati dan klaim semata atau yang memang benar meruapakn ajaran irfan atau yang sudah terkontaminasi oleh sikap ekstrim pribadi-pribadi tertentu sebagaimana dicatat oleh sejarah.

Beliau kemudian menjelaskan, bahwa ciri pengetahuan irfan itu adalah pengetahuan syuhud yang non materi, tidaklah dihasilkan dengan berfikir dan hushuli, namun adanya kebersatuan antara ilmu dengan sang alim atau arif yang didapatkan dengan cara membersihkan jiwa dan menjadikannya lebih spiritual dan bercahaya.

Hal itu dibutuhkan, menurut beliau karena kalau kita hanya berwacana dengan akal kita tentang ilmu, kebaikan dan sejenisnya, maka kita memiliki jarak yang jauh dengan hakikat yang kita bicarakan, namun dengan mensucikan diri dan jiwa kita, maka diri kita akan lebih dekat pada hakikat ilmu, kebaikan dan kebenaran sehingga dengan itu kita dapar menggapainya.

Pada kesempatan itu Ashkuavari juga menyebutkan, bahwa di sisi lain mengabaikan fungsi akal, logika dan filsafat juga adalah sebuah kesalahan.

Karenanya kata hikmah itu adalah memiliki makna ilmu atas hakikat sesuatu dengan mengerahkan seluruh kemampuan yang kita miliki, tegasnya.

Tidak ada ayat dan riwayat yang menyuruh kita untuk mengabaikan fungsi akal. Bahkan dirinya berani mengklaim, bahwa tidak ada kitab suci yang memberi penekanan dan perintahh untuk mengfungsikan akal semaksimal mungkin seperti Al Quran dan tidak agama manapun yang menyuruh pemeluknya untuk menggunakan akal semaksimal Islam.

Pada saat yang sama, menurutnya juga tidak ada ayat dan riwayat yang menganggap rendah pengetahuan hati dan syuhudi, sebab tanpa pengetahuan hati dan jiwa yang bersih, maka pengetahuan yang kita dapatkan hanya konsep semata dan tidak bersentuhan dengan hakikat yang kita ketahui. kita akan menggapai hakikat setelah kita mampu untuk menaikkan derajat spiritual kita seperti malaikat.

Dalam teologi, Tuhan yang dibuktikan oleh Fiolosof dengan berbagai argumentasi rasional dan filosofis adalah membuktikan adanya Tuhan yang memiliki jarak antara kita dengan-Nya, yang tidak jelas dan kabur siapa DIA. namun jika kita gabungkan pengetahuan filosofi kita dengan irfan maka kita akan mendapatkan keyakinan pada tuhan yang hadir dan di"rasa"kan dalam seluruh kehidupan kita.

Sarjana filsafat dan irfan ini juga menjelaskan perlunya kita mengetahui perbedaan antara irfan teoritis dengan praktis, bahwa irfan yang kita sebutkan di atas adalah pada praktis yang di dalamnya terdapat perjalanan rohani yang sering disebut dengan sayr was suluk.

Adapun irfan nadzari atau teoritis, maka tidak terlalu bedah dengan ilmu lain yang mengajarkan kepada kita berbagai istilah semata, tegasnya.

Di antara yang telah menyusun buku-buku irfan itu menurutnya adalah Muhyiddin Ibn Arabi, Imam Ghazali dan Ainul Qhudhat al Hamadani.

916580
captcha