Menurut laporan IQNA dilansir dari Dünya Bülteni, studi menunjukkan bahwa cannel televisi Myanmar, surat kabar dan kantor berita enggan membahas masalah pembunuhan massal muslim Rohingya. Menurut para ahli, alasan utama untuk ini adalah tekanan dari pemerintah Myanmar kepada sejumlah pers dan media di negara tersebut.
Menurut laporan itu, insiden propinsi Rakhine yakni tempat tinggal komunitas muslim Rohingya dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan munculnya perbedaan serius antara wartawan dan reporter media dengan manajemen surat kabar yang mereka kerjakan.
Misalnya, surat kabar Myanmar Times, yang diterbitkan dalam bahasa Inggris, pada tahun 2004 dibeli oleh seseorang yang dekat dengan militer. Salah satu editor koran dalam beberapa bulan terakhir telah diberhentikan karena telah menyajikan berita tentang kekejaman tentara terhadap umat muslim Myanmar.
Wartawan Myanmar mengatakan bahwa pemerintah Myanmar tidak mengizinkan mereka untuk menyelidiki masalah muslim dan mereka hanya dapat mengunjungi tempat tinggal muslim, itupun di bawah kendali angkatan bersenjata.
Awak media dan pers percaya bahwa berita tentang muslim Rohingya konsisten dengan sudut pandang komandan militer dan benar-benar sepihak.
Perlu dicatat, dalam beberapa bulan terakhir, ribuan orang telah kehilangan nyawa dan ratusan ribu telah menjadi pengungsi di Bangladesh dalam kondisi yang sangat sulit akibat serangan pasukan dan tentara keamanan Myanmar ke tempat tinggal muslim di Rakhine.
http://iqna.ir/fa/news/3709358