IQNA

Perlawanan Dunia dengan Xenofobia dan Perstuan Melawan Virus Corona

14:06 - February 27, 2020
Berita ID: 3473975
TEHERAN (IQNA) - Wabah virus baru korona, di samping masalah medis, telah menciptakan banyak perdebatan dan pembicaraan tentang bagaimana masyarakat dan pemerintah berinteraksi dan perlunya untuk menjaga solidaritas antara strata yang tertimpa penyakit.

IQNA melaporkan, mungkin jarang sekali ada sebuah penyakit seperti corona, disamping bahaya dan perilaku yang terkadang membahayakan para penderita penyakit ini dan orang-orang sehat, telah menghantarkan masyarakat pada konvergensi dan persatuan dalam satu subjek.

Sejatinya, dapat dikatakan bahwa meskipun penyakit ini telah menyebabkan banyak ketakutan dan frustrasi di antara populasi yang terkena dampak dan berisiko, namun banyak orang berusaha untuk mengatasi penyakit dengan menjaga keadaan tetap tenang dan menekankan perlunya persatuan melawan epidemik dahsyat ini. Dengan ini semua, ada kasus perilaku xenofobia di negara-negara yang terimbas penyakit ini. Berikut ini adalah beberapa contoh dari perilaku dan reaksi ini:

Kanada

Kanada adalah salah satu negara yang minoritas keturunan Tionghoa negara ini mendapat serangan melebihi yang lain. Ini sebagian besar dilakukan dalam kasus-kasus seperti menghina dan mencegah orang Cina memasuki beberapa pusat dan daerah. Sebagai tanggapan, Walikota Toronto, John Tory pada akhir Januari mengecam laporan peningkatan xenofobia terhadap warga Kanada Tionghoa.

Misalnya, pada tanggal 28 Januari, ia menyusun petisi online yang menyerukan sekolah-sekolah untuk melarang masuk siswa Cina masuk. Delegasi yang mewakili 208 sekolah di Toronto mengecam gugatan itu, dan mengatakan hal ini memprovokasi rasisme dan fanatisme rasial.

Kasus ini dan yang serupa terjadi sampai Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau mengecam rasisme terhadap orang-orang Kanada Tionghoa selama festival Tahun Baru Cina di Toronto.

Australia

Australia adalah salah satu negara pertama yang menyaksikan kasus-kasus penyakit corona dan tindakan-tindakan seperti mencegah orang Cina dan bahkan keturunan Asia memasuki beberapa pusat. Misalnya, dua surat kabar utama Australia menerbitkan tajuk provokatif pada 26 Januari. Judul surat kabar Herald Sun di Melbourne menggunakan kata wabah pendemi (pandamonium) dan Sydney Daily Telegraph menerbitkan tajuk "Anak-anak Cina tinggal di rumah". Hasil dari judul petisi ini mendapat 51 tanda tangan yang menuntut permintaan maaf. Kedua surat kabar itu akhirnya harus meminta maaf.

Negara-negara Asia Timur

Pandangan yang keliru ini terbukti tidak hanya di negara-negara non-Asia tetapi juga di negara-negara Asia. Misalnya, di Hong Kong, daerah terdekat dengan Cina, sebuah restoran di Hung Hom menolak untuk melayani pelanggan daratan asli Cina. "Kami ingin hidup lebih lama dan melindungi pelanggan lokal, tolong maafkan kami," kata restoran itu di Facebook.

Perlawanan Dunia dengan Xenofobia dan Perstuan Melawan Virus Corona

Di Jepang, tagar #ChineseDontComeToJapan (Cina tidak datang ke Jepang) telah populer di Twitter, dan sejumlah laporan menunjukkan pengusiran orang-orang Cina dari restoran dan mal.

Di Malaysia, gugatan telah diajukan untuk melarang warga Tiongkok memasuki negara ini dengan mengklaim bahwa virus baru telah menyebar ke seluruh dunia karena gaya hidup Tiongkok. Menurut laporan, petisi dilaporkan telah mencapai 250.000 penandatangan.

Di Filipina, berbagai kelompok Tionghoa Filipina telah memperingatkan bahwa rasisme terhadap mereka telah meningkat setelah wabah, dan kondisi ini sampai pada batas dimana Presiden Rodrigo Duterte mendesak orang untuk menghentikan perilaku rasis ini. Demikian juga, kasus serupa telah terlihat di Korea Selatan, Thailand dan Singapura.

Langkah-langkah Pemerintah Cina

Cina, sebagai negara pertama yang terkena dan sumber wabah, memiliki kinerja yang relatif dapat diterima tentang penyakit dan pengendaliannya. Terlepas dari kritik terhadap penanganan epidemi oleh pemerintah, namun respon Cina terhadap virus tersebut, dibandingkan dengan wabah serupa tahun 2003 atas nama SARS, telah menerima beberapa pujian internasional. Pada 26 Januari, Presiden AS, Donald Trump di Twitter berterima kasih kepada Presiden Cina Xi Jinping di Twitter, dengan mengatakan: "Tiongkok telah bekerja sangat keras untuk menanggulangi virus Corona. Amerika Serikat sangat menghargai upaya dan transparansi mereka."

Perlawanan Dunia dengan Xenofobia dan Perstuan Melawan Virus Corona

"Ada perbedaan besar dengan SARS. Kami memiliki Cina yang jauh lebih transparan," kata Menteri Kesehatan Jerman, Jens Spahn dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg Television dalam membandingkan dengan tanggapan Cina terhadap SARS.

Dalam sepucuk surat kepada Xi, Presiden Singapura, Haimah Yacob, memuji langkah cepat, tegas dan komprehensif Tiongkok untuk melindungi kesehatan rakyat.

Tetapi di sisi lain, tindakan Cina di dalam domestik untuk mencegah dan mengobati pasien penyakit corona telah menarik banyak perhatian. Pembangunan rumah sakit 1600 tempat tidur bernama Leishenshan di Wuhan adalah bagian dari langkah mendesak yang diambil oleh pemerintah Tiongkok untuk melindungi pasien dalam 10 hari.

Karantina perkotaan, penutupan sekolah, universitas, dan kantor di Cina, pengendalian demam warga di tempat-tempat umum, melawan desas-desus dan berita tidak benar dan tindakan lainnya telah membuat statistik menunjukkan penurunan relatif jumlah kematian dan infeksi dan menunjukkan jumlah pasien untuk hari ke-20 telah menglami penurunan.

Persatuan dan Saling Membantu

Sementara itu Xenofobia dan rasisme terhadap orang Asia meningkat pada saat wabah, ada banyak upaya untuk menghilangkan atau mengubah stereotip. Misalnya, seorang lelaki Cina-Italia memegang tulisan tangan yang mengatakan bahwa saya bukan virus dan memeluk orang lain di jalan-jalan Italia.

Di sisi lain, pengiriman bantuan ke Cina, seperti masker dan desinfektan, dan dukungan negara-negara lain untuk negara ini telah menyebabkan persatuan dan solidaritas global terhadap penyakit. Selain itu, langkah-langkah seperti distribusi barang-barang kesehatan gratis oleh orang-orang yang baik hati di berbagai negara dan simpati untuk para korban dan pasien virus menunjukkan bahwa bahkan peristiwa buruk dapat menyebabkan solidaritas dan persatuan antara orang dan pelbagai negara, meskipun ada perbedaan budaya. (hry)

 

3881386

captcha