Menurut laporan IQNA, “Kami tidak bangga dengan negara Arab yang menyelenggarakan Piala Dunia dan menghabiskan miliaran dolar untuk ini. Kami berharap kebanggaan itu untuk bidang-bidang lain, seperti bom nuklir Iran,” ujarnya.
Makhioun juga blak-blakan menegaskan, “Pertandingan Piala Dunia adalah buang-buang waktu dan umur, di situ ada penjunkir balikan tolok ukur, dan modal seorang Muslim adalah waktu. Yang pasti, Tuhan kita akan meminta pertanggungjawaban atas jam dan waktu yang telah hilang.”
Menurut laporan Rai Al-Youm, pernyataan Makhioun itu mengundang tanggapan pro dan kontra. Ada yang menyebut pernyataan itu bukan saja tak bersalah, melainkan juga menggugah hati, dan ada pula yang menganggap pernyataan itu sia-sia.
Khaled Omran, Sekretaris Lembaga Fatwa (Dar Al-Ifta) Mesir, termasuk orang yang segera menyampaikan sanggahan atas pernyataan itu. Dia menekankan bahwa olahraga adalah sesuatu yang dipertimbangkan dalam Islam, dan Rasulullah pun berolahraga bersama para sahabat dan istrinya, Aisyah.
Omran juga menyebutkan bahwa sepak bola tidak dilarang, karena juga bermanfaat dan menjadi ajang saling kenal antarbudaya , dan bahwa tidak ada yang berhak untuk menilai makhluk Allah, termasuk para pesepak bola, sebagai serendah-rendahnya manusia (asfalu safilin).
Beberapa warganet Arab tampak membela Mahkyoun dan ikut mengecam sepak bola sembari menyebut olah raga ini sebagai candu bagi bangsa-bangsa dunia, dan menyerukan kebangkitan untuk melawan candu ini.
Sejumlah pegiat medsos Mesir menyoal Pemimpin Partai Salafi Mesir; Bagaimana nasib ribuan tahanan (politik), nasib pulau Tiran dan Sanafir, kontroversi Bendungan Raksasa Renaissance Ethiopia, serta kemiskinan, kezaliman, kebodohan dan penyakit? Apa yang dilakukan oleh Partai Salafi dalam semua isu itu?
Jurnalis Khairy Ramadan juga mengecam Makhioun dengan menyebutnya kacau akibat pencampuran agama dengan politik. (HRY)
Sumber: liputanislam.com