Menurut Iqna, kecerdasan buatan adalah salah satu alat yang berguna di dunia teknologi. Pembahasan tentang kecerdasan buatan menjadi sangat penting saat ini, dan dapat kita katakan bahwa kecerdasan buatan telah mengambil alih semua aktivitas manusia, mulai dari aktivitas kognitif hingga aktivitas wawasan.
Sejumlah ulama, pendakwah, dan ahli hukum telah memberi peringatan terhadap maraknya penyebaran berbagai program, khususnya program internet seperti kecerdasan buatan (AI) di WhatsApp, dengan mempertimbangkan distorsi ayat-ayat Alquran.
Para ulama telah mendesak orang-orang beragama untuk tidak menggunakan program dan platform yang tidak dikenal seperti kecerdasan buatan dan untuk memahami bahwa menghafal Alquran dan teksnya merupakan tanggung jawab yang harus diperhatikan oleh semua pria dan wanita Muslim.
Dalam sebuah catatan di surat kabar tentang kecerdasan buatan dan penerapannya dalam Alquran, Muhammad Asgar, seorang analis dari surat kabar Mesir Sada el-Balad, membahas kesalahan dalam pemrosesan data kecerdasan buatan mengenai Alquran dan Hadis dan menyatakan: “Kecerdasan buatan adalah salah satu perkembangan paling nyata di bidang teknologi di era modern dan digunakan dalam banyak kasus, termasuk pemrosesan teks-teks keagamaan.”
Sementara itu, Alquran merupakan teks keagamaan paling suci yang menggunakan kecerdasan buatan untuk mempermudah akses dan kajian ayat-ayatnya. Namun, penerapan kecerdasan buatan pada teks Alquran menghadapi tantangan, terutama dalam hal pengambilan sumber atau penyajian ayat-ayat Alquran.
Akhir-akhir ini penggunaan kecerdasan buatan di dunia semakin meningkat, dan teknologi ini telah menarik minat jutaan pengguna di seluruh dunia. Meskipun kecerdasan buatan belum lama ditemukan, penggunaan alat ini telah menjadi sangat populer di kalangan pengguna, karena mudah diakses dan layanannya gratis serta tersedia untuk semua orang. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan disalahgunakan atau diandalkan dalam urusan keagamaan.
Dengan semakin berkembangnya teknologi, muncul tantangan serius dalam penggunaan kecerdasan buatan dalam urusan keagamaan. Masalah ini menjadi semakin penting terutama setelah beredarnya berita bahwa kecerdasan buatan melakukan kesalahan saat mengambil ayat-ayat Alquran.
Karena itu, para ulama telah memperingatkan agar tidak mengandalkan kecerdasan buatan atau teknologi yang tidak dapat diandalkan lainnya dalam masalah keagamaan. Distorsi teks Alquran merupakan salah satu masalah terpenting yang diamati dalam penggunaan kecerdasan buatan. Dan salah satu masalah paling berbahaya yang dapat menimbulkan perbedaan agama dan sektarian adalah distorsi Alquran.
Kecerdasan buatan terutama bergantung pada keakuratan data masukan, sehingga data yang tidak akurat dan tidak dapat diandalkan pasti akan menghasilkan hasil yang tidak akurat. Selain itu, chatbot AI dengan akses terbuka dan gratis memungkinkan siapa saja memasukkan data, meningkatkan kemungkinan kesalahan dalam hasil bahkan dengan model pencarian canggih dari perusahaan besar dan terkenal seperti Google dan Meta.
Dan kini muncul pertanyaan dari sudut pandang teknis, mengapa kecerdasan buatan melakukan kesalahan dalam melafalkan dan mengungkapkan ayat-ayat Alquran. Ada beberapa alasan untuk ini, yang terkait dengan cara kecerdasan buatan memproses bahasa dan teks. Beberapa kemungkinan alasannya adalah sebagai berikut:
1- Pengambilan informasi otomatis: Model AI dilatih dengan jumlah teks yang sangat besar, dan terkadang kebingungan atau kesalahan dapat terjadi saat merujuk dan mengambil ayat tertentu, terutama jika ayat tersebut panjang atau mirip dengan ayat lainnya.
2- Tafsir atau terjemahan yang tidak akurat: Meskipun AI mencoba mengutip ayat-ayat secara akurat, perbedaan kecil dalam penulisan atau terjemahan dapat menyebabkan kesalahan. Mungkin juga ada tumpang tindih antara ayat-ayat yang memiliki makna serupa, dan AI mungkin tidak dapat memahami atau menafsirkannya dengan benar.
3- Keterbatasan pemograman dan pendidikan: Kecerdasan buatan tidak memiliki pemahaman keagamaan yang mendalam seperti yang dimiliki oleh para cendekiawan dan ahli hukum agama. Kecerdasan buatan didasarkan pada model matematika dan statistik yang terkadang dapat mengandung kesalahan. Meskipun teknologi ini mampu memproses teks, nilai-nilai agama dan kepercayaan memerlukan tingkat pemahaman dan interpretasi yang mendalam.
4- Keterbatasan basis data: Beberapa versi Alquran yang menjadi dasar pelatihan model kecerdasan buatan mungkin tidak lengkap atau ayat-ayatnya mungkin tidak lengkap.
Sebagai penutup, dapat dikatakan bahwa dalam kondisi seperti ini, ada baiknya merujuk kepada teks-teks Alquran yang akurat atau sumber-sumber yang terpercaya. Sedangkan apabila kita membutuhkan ayat-ayat yang akurat atau penafsiran yang benar, maka sebaiknya merujuk kepada Alquran sendiri atau situs-situs web khusus yang menyediakan tafsir dan tafsir. (HRY)