IQNA

EDAN! Ingin Tangkap Maduro, AS Rekrut Pilot Pribadi Presiden Venezuela

13:46 - October 29, 2025
Berita ID: 3482932
IQNA - Dalam salah satu berita intelijen paling sensasional sejak Perang Dingin, terungkap detail upaya rahasia agen federal AS untuk merekrut pilot pribadi Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Tujuannya adalah untuk memikat Maduro ke tempat yang memungkinkan AS menangkapnya, dengan imbalan kekayaan besar dan jaminan keamanan.

Kisah ini bermula di Republik Dominika pada tahun 2024, ketika agen federal Edwin Lopez, mantan perwira Angkatan Darat AS dan penyelidik senior di Departemen Keamanan Dalam Negeri, menerima informasi tentang dua pesawat kepresidenan Venezuela yang sedang menjalani perawatan di Bandara La Isabela di Santo Domingo, dalam potensi pelanggaran sanksi AS, menurut Associated Press pada hari Selasa, sebagaimana dilaporkan oleh Al Arabiya.net.

Selama penyelidikan, Lopez menemukan bahwa di antara pilot yang bertugas menyelamatkan kedua pesawat itu adalah Jenderal Bitner Villegas, pilot pribadi Maduro dan anggota pengawal presiden elit.

Kemudian lahirlah ide: Bagaimana jika ia berhasil meyakinkan Villegas untuk membelot? Dalam sebuah pertemuan rahasia di hanggar bandara, López menawarkan “kesepakatan seumur hidup” kepada Villegas, yaitu pendaratan pesawat Maduro di lokasi yang telah disepakati, seperti Puerto Riko atau Teluk Guantanamo, tempat presiden Venezuela akan jatuh ke tangan Amerika.

Sebagai balasannya, dia menjanjikan “kekayaan besar dan status heroik” di tanah kelahirannya.

Namun pilot itu tampak gugup dan meninggalkan nomor teleponnya sebelum berangkat, sebuah tanda yang diartikan sebagai secercah harapan untuk bekerja sama.

Kemudian, selama lebih dari setahun, Lopez terus berkomunikasi dengan Villegas melalui aplikasi terenkripsi, bahkan setelah ia pensiun pada bulan Juli 2025.

Ketika ketegangan antara Washington dan Caracas meningkat, pemerintahan Trump menggandakan hadiah bagi siapa pun yang berhasil menangkap Maduro menjadi $50 juta. Lopez memanfaatkan pengumuman tersebut dan mengirimkan pesan kepada pilot tersebut, “Saya masih menunggu tanggapan Anda,” beserta tautan berisi hadiah dari Departemen Kehakiman AS. Namun, pesan-pesan yang dikirimkan berulang kali tidak dibalas.

Seiring berjalannya waktu, tampak bahwa Villegas memilih kesetiaan kepada presiden daripada uang.

Ketika Lopez menyadari bahwa rencananya telah menemui jalan buntu, ia memutuskan untuk mengubah situasi menjadi perang psikologis yang menargetkan Maduro sendiri.

Bekerja sama dengan tokoh-tokoh oposisi Venezuela di pengasingan, mantan sekutu Partai Republik dalam pemerintahan Trump, Marshall Billingslea, mengunggah ucapan selamat ulang tahun ke-48 untuk Villegas di media sosial, disertai dua foto dirinya: satu dari pertemuannya dengan Lopez di hanggar bandara, dan satu lagi mengenakan seragam militer resminya dengan tambahan bintang promosi.

Postingan tersebut, yang dilihat oleh hampir 3 juta orang dalam beberapa jam, memicu gelombang pertanyaan di Venezuela tentang kesetiaan pilot tersebut, yang dekat dengan Maduro, terutama setelah pesawat kepresidenan tiba-tiba kembali ke bandara Caracas beberapa menit setelah foto tersebut diunggah.

Namun, setelah berhari-hari hening dan penuh kontroversi, Jenderal Villegas muncul dalam siaran langsung di televisi pemerintah bersama Menteri Dalam Negeri Diosdado Cabello, pilar utama rezim tersebut. Villegas diam-diam mengangkat tinjunya saat Cabello menggambarkannya sebagai “seorang patriot yang teguh,” dan membantah segala tuduhan pengkhianatan.

Dengan demikian, upaya perekrutan itu berubah menjadi unjuk rasa kesetiaan di depan publik, tetapi sekaligus memperlihatkan rapuhnya kepercayaan di dalam lingkaran kepresidenan.

Insiden ini merupakan bagian dari eskalasi luas AS terhadap rezim Maduro sejak Donald Trump kembali ke Gedung Putih. Trump memberi wewenang kepada CIA untuk melakukan operasi rahasia di Venezuela dan mengirim angkatan laut dan udara ke Karibia untuk melacak kapal-kapal yang diduga menyelundupkan kokain. Menurut laporan berita AS, operasi-operasi ini mengakibatkan kematian 43 orang dalam sepuluh serangan musim panas lalu.

Washington juga terus menyita pesawat dan aset Venezuela di luar negeri, sementara Caracas bersikeras menggambarkan tindakan ini sebagai “pembajakan politik” yang menargetkan simbol-simbol kedaulatan Venezuela.

Patut dicatat bahwa meskipun rencana perekrutan pilot Maduro gagal, hal itu mengungkap kedalaman perang bayangan antara Washington dan Caracas. Perang ini dilancarkan tidak hanya melalui sanksi atau pernyataan, tetapi juga melalui upaya untuk menyusupkan pengaruh dari dalam dan mengeksploitasi setiap celah dalam loyalitas rezim.

Adapun Maduro, ia muncul dari badai sambil berpegangan pada krunya, tetapi ia menyadari lebih dari sebelumnya bahwa langit tempat ia terbang tidak lagi aman. (HRY)

Sumber: arrahmahnews.com

Kunci-kunci: Tangkap ، presiden ، venezuela ، Amerika Serikat
captcha