IQNA

Kaji Ulang Imamah Menurut Ahlussunnah dan Syiah

12:16 - August 25, 2010
Berita ID: 1981052
Ayatullah Ridha Ustadi, staf pengajar Universitas Mudarrisîn, Hauzah Ilmiah Qom dalam ceramahnya di masjid agung Qom, menjelaskan tentang persoalan imamah dalam pandangan Syiah.
Iqna melaporkan dari situs Sayyidah Maksumah menyebutkan bahwa Ayatullah Ridha Ustadi mengisyaratkan kedudukan imamah dalam pandangan Syiah, ia berkata, “Syiah berpendapat bahwa imamah sebagai penerus kenabian dan tidak ada perbedaan antara imam dan nabi, selain dari sisi bahwa nabi menerima wahyu . Adapun Ahlussunnah berpendapat bahwa imam sebagai jabatan duniawi, dapat berbuat dosa, namun imamah menurut Syiah haruslah maksum, sebagaimana kemaksuman tersebut terdapat pada kenabian. Selain itu, juga merupakan sebagai syarat bagi imamah.”

Ia menambahkan bahwa dalam pandangan Syiah, Imam harus memiliki ilmu yang memberikan petunjuk kepada umat seperti Nabi dan tidaklah imam tidak dapat menjawab persoalan yang diajukan. Apapun yang berkenaan dengan pemberian petunjuk kepada manusia, haruslah ia mengetahuinya. Imam juga harus mengetahuinya dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Jika Nabi saw melakukan perkara di luar batas kemampuan manusia biasa (mukjizat) untuk menetapkan risalahnya, maka imam pun dapat berbuat demikian.

Selanjutnya, Imam Jumat kota Qom tersebut menerangkan bahwa kemaksuman, ilmu, mukjizat nabi dan perkara imamah adalah berdasarkan nash Allah Ta’ala dengan mengatakan, “Pemilihan Imam berasal dari Allah, disebabkan seberapa jauh tingkat ketelitian umat, maka tidak akan mampu mengklarifikasikannya. Maka haruslah maksum dalam hal seseorang yang diangkat menjadi imam/khalifah. Jika Ahlulsunnah mengakui kekeliruannya dalam hal ini, maka semua kaum muslimin hari ini tidak akan terperosok ke dalam kebingungan.

Ia menegaskan bahwa melakukan baiat atau tidak berbaiat dengan imam tidaklah ia lengser dari kedudukannya sebagai imam. Jika semua seluruh umat berkumpul dan mengatakan bahwa kami tidak dapat melengserkan kedudukan imam, hal ini disebabkan kedudukan imam dan nabi tidak berdasarkan kehendak rakyat.. Dengan kenyataan ini pulalah, keberadaan imam dan nabi tidak dapat dilengserkan atau diganti.

Ayatullah Ustadi mengisyaratkan bahwa wahyu terputus setelah Nabi saw meninggal. Selanjutnya, ikatan imam dengan para malaikat ditetapkan melalui ilmu ghaib. Tidak satu pun dari ulama Ahlussunnah yang menyatakan hal ini. Beliau berkata, “Mazhab Ahlulbait as menyatakan bahwa imam haruslah yang paling utama dari umat, dari umat yang terdahulu atau yang akan datang, bahkan dari para nabi kecuali Nabi Muhammad saw.”

638846
captcha