IQNA

Konsistensi Humanisme dan Pemikiran Mengenai Kedudukan Manusia adalah Sejenis Elektisisme

7:49 - September 14, 2014
Berita ID: 1449630
Pemikiran Humanisme berkaitan dengan kedudukan manusia dan akalnya sangat kontradiktif sekali dengan Al-Quran Al-Karim dan usaha untuk menciptakan konsistensi antara Humanisme dengan pemikiran Al-Quran dianggap sejenis elektisisme dan interpretasi salah tentang Al-Quran Al-Karim dan diragukan.

Menurut laporan IQNA, Shadiq Husein Farkhani, Pelajar Jamiah al-Musthafa (Saw) al-Alamiah, menulis tesis doktornya dalam jurusan tafsir perbandingan di universitas ini dengan tajuk “Al-Quran dan Humanisme” dan di situ dengan metode ilmiah mengalogikan kedudukan manusia dalam dua paradigma intelektual Humanis dan Islam (Al-Quran Al-Karim).
Dalam tesis ini dia mengalogikan kedudukan manusia dalam perspektif Humanis dan pemikiran Al-Quran Al-Karim, dimana dalam laporan ini berupaya mengenalkan karya Shadiq Husein Farkhani dan memaparkan ringkasan tesis doktor peneliti Al-Quran ini.
Dosen pembimbing Farkhani dalam riset ini adalah Hujjatul Islam wal Muslimin “Muhammad Ali Ridhai Isfahani sedang penasihat dia adalah Hujjatul Islam wal Muslimin “Abul Fadhl Kiyasyemsyaki” demikian juga penguji tesis adalah “Muhammad Baqir Sa’idi Rusyan” dan “Abdul Husein Khusyrupanoh” dan “Sayid Ahmad Fadhili”.
Dalam bagian ringkasan tesis Al-Quran dan Humanisme disebutkan, “Dalam pandangan Humanisme dan sistem antroposentris, poros semua hal adalah manusia dan keinginan-keinginannya. Dalam pemikiran ini, manusia dan akalnya adalah pengganti Tuhan, manusia adalah eksistensi independen dan tunggal dan sama sekali tidak bersandar dengan kekuatan luar dari dirinya dan tidak responsif, dikarenakan tidak memiliki keyakinan terhadap alam ghaib (non materi). Manusia yang menentukan semua keharusan dan yang tidak boleh, kebaikan dan keburukan dan semua keberadaan dan tabiat harus disusun berdasarkan keinginan-keinginannya. Meskipun Humanisme terbagi menjadi dua kelompok, Atheist dan Teolog, namun titik persamaan keduanya dalam pendahuluan keinginan dan kebutuhan-kebutuhan materi manusia serta kebebasan mutlak tanpa pengekangan dalam semua hal.”
Selanjutnya, sang penulis menjustifikasi tujuan riset dengan pertanyaan ini: pertanyaan yang terpaparkan adalah, apakah dapat dicari garis horizon umum dan seiring antara pemikiran ini dengan pandangan Al-Quran ataukah dua hal ini satu dengan yang lainnya saling kontradiktif?
Farkhani menulis: Sebagian dengan memperhatikan kedudukan tinggi manusia dalam Al-Quran Al-karim beranggapan bahwa pemikiran Humanisme dengan pandangan Al-Quran mengenai manusia memiliki konsisten.
Namun ulasan dasar-dasar Humanisme dan ekstraksi perspektif Al-Quran Al-Karim membimbing kita bahwa dengan adanya semua kedudukan yang dimiliki manusia Qurani, namun poros semua perkara adalah Allah (Swt) dan keyakinan terhadap sentralistis Tuhan sama sekali tidak kontradiktif dengan nilai dan kedudukan manusia serta kebebasan dan ikhtiyarnya. Dalam sistem sentralistis Tuhan, asas semua perkara dan permualan serta tujuan adalah Tuhan dan tujuan dunia, manusia, dan tujuan manusia adalah Tuhan; keberadaan bersumber dari Tuhan dan bergumul serta bergerak menuju Tuhan. Dasar-dasar semua keharusan dan ketidakbolehan – dengan memperhatikan kreasi, kebijaksanaan, kepemilikan, pelimpah, dan rububiah Allah Swt – adalah Dzat tak berakhir Allah.
Dalam tesis ini disebutkan: Al-Quran Al-Karim menerima Humanisme (Anthropocentrism) selama tidak meniadakan nilai-nilai insan dan ketuhanan dan tidak berada dalam taraf Tuhan dan menegaskan tentang peraihan nilai-nilai kemanusiaan dan perkembangan potensi dunia dan langitnya; namun sama sekali tidak pernah menganggap manusia sebagai satu-satunya pencipta nilai-nilai dan pengganti Tuhan.


Pertanyaan Utama Riset
Pertanyaan utama riset Al-Quran dan Humanisme adalah: Apa perspektif Al-Quran Al-Karim mengenai dasar-dasar dan komponen-komponen Humanisme? Apakah dua pemikiran ini mengenai manusia dan alam semesta ini memiliki horizon bersama dan keselarasan ataukah saling kontradiktif?


Sub Pertanyaan Riset Al-Quran dan Humanisme
Demikian juga, sub pertanyaan riset yang dipaparkan oleh sang peneliti, adalah sebagai berikut: Manakah dasar-dasar dan komponen-komponen terpenting Humanisme? Apa permasalahan-permasalahannya dalam perspektif Al-Quran Al-Karim? Dengan perspektif Al-Quran, apa dampak dan hasil yang dimiliki oleh Humanisme dalam pelbagai bidang?
Apa sisi keunggulan Antropologi Al-Quran terhadap pemikiran Humanisme? Apa perbedaan definisi dan kedudukan Humanisme yang dipaparkan oleh manusia dengan definisi dan kedudukan Al-Quran yang digambarkan oleh Al-Quran mengenai manusia? Bagaimanakah Al-Quran Al-Karim menggambarkan hakikat manusia dan dalam bentuk bagaimanakah menggambarkan korelasinya dengan Tuhan?


Tujuan Utama Riset
Tujuan utama terpenting riset ini sebagaimana yang ditegaskan dan dikatakan oleh peneliti adalah:
1- Mengenalkan secara mendetail dan ilmiah perspektif Humanisme sebagai dasar-dasar pemikiran aliran Barat setelah Renaissance.
2- Analogi Humanisme yang memiliki klaim sentralistis manusia dan penyampaian kebahagiaan akhir dengan ajaran-ajaran Al-Quran yang diutus dari pihak sang pencipta manusia dengan memperhatikan semua dimensi manusia dan berdasarkan sentralistis Tuhan sangatlah kuat. Dengan ibarat lain efisiensi pemikiran Humanisme dalam spirit Al-Quran dan peraihan perspektif ayat-ayat Ilahi dalam topik ini.
3- Menjelaskan perspektif Al-Quran dalam ranah Antropologi. Dengan bertolak bahwa ayat-ayat Al-Quran Al-Karim mengatakan derajat dan kemuliaan tertinggi untuk manusia, dan disamping itu mengenalkan manusia sebagai kefakiran semata dihadapan Tuhan. Banyak sekali ungkapan yang menarik dalam pelbagai dimensi manusia, sifat dan jalan-jalan kebahagiaannya, dimana penjelasannya menerangkan tentang menifestasi lain keajaiban dan orientasi dan pandangan Al-Quran terhadap ilmu Humaniora.


Sub Tujuan Riset
Dia menuliskan sub tujuan riset sebagai berikut:
1- Merepresentasikan keunggulan Antropologi Al-Quran atas Antropologi Humanisme.
2- Menemukan horizon bersama dalam bab Antropologi.
3- Penyiapan guna menjawab syubhat-syubhat Al-Quran.
4- Merepresentasikan integritas agama Islam atas semua aliran.
Termasuk pembahasan terpenting dalam bagian kesimpulan yang telah diisyaratkan dan realitanya sang peneliti setelah mendapatkannya melakukan riset panjang, dapat mengisyaratkan hal-hal sebagai berikut:
Tentunya, pertama-tama perlu mengisyaratkan poin ini, dimana dengan memperhatikan cabang-cabang Humanisme dan adanya pelbagai sikap dalam pemikiran ini, dari paling kerasnya pengingkar Tuhan dan non materi seperti Marxisme, sampai para pengikrar agama dan Tuhan seperti orang-orang Protestan Luther dan bahkan para pembikin agama manusia, seperti Kant dan pada akhirnya sampai pada orang-orang yang acuh dan diam terhadap metafisika dimana titik temu kesemuanya adalah ekstrim terhadap kedudukan manusia dan pengingkaran atau setidaknya lalai dan interpretasi salah tentang kedudukan Tuhan dalam alam semesta. Adapun yang menjadi kritikan dasar dalam semua tesis adalah kelompok dan sikap-sikap pengingkar dan lalai terhadap permulaan dan tujuan alam semesta.

 

Pemikiran Humanisme Sehubungan Dengan Kedudukan Manusia dan Akal Manusia Sangat Kontradiktif Dengan Al-Quran
Menurut opini peneliti, dari sekumpulan materi yang sudah dipaparkan, maka kami sampai kepada kesimpulan bahwa secara global pemikiran Humanisme sehubungan dengan kedudukan manusia dan akalnya – merupakan pengganti Tuhan dan wahyu – benar-benar sangat kontradiktif dengan Al-Quran Al-Karim.
Meskipun pada prinsipnya keagungan dan kedudukan manusia serta kedudukan akal manusia dapat dicari titik temu antara dua perspektif tersebut, namun segala bentuk upaya untuk menciptakan konsistensi dan satu horizon antara Humanisme dengan pemikiran Al-Quran Al-Karim merupakan sejenis elektisisme dan interpretasi salah tentang Al-Quran Al-Karim dan diragukan.
Shadiq Husein Farkhani di akhir bab tesis Humanisme dan Al-Quran Al-Karim menuliskan, di akhir penelitian dalam menjawab pertanyaan utama dan sub pertanyaan tesis dapat dijelaskan secara glogal tentang perselsihan mendasar dan terpenting dua pemikiran sebagai berikut.

 

Perbedaan Terpenting Dua Pemikiran Al-Quran dan Humanisme
1- Perbedaan mendasar antara dua perspektif di atas adalah dalam perspektif Humanis, manusia sebagai poros semua alam; yakni baik sistem penciptaan dan juga sistem syariat disusun berdasarkan keinginan dan kehendak manusia, akan tetapi dalam perspektif Islam, poros sistem penciptaan dan sistem syariat, adalah Allah Swt dan semua urusan harus disusun berdasarkan kehendak yang bijaksana dan tidak ada kesalahan Tuhan.
2- Dalam perspektif Humanisme, korelasi manusia dan juga seluruh eksistensi dunia terputus dari dua arah; yakni manusia tidak memiliki korelasi dengan Tuhan dan juga tidak memiliki korelasi dengan hari kebangkitan. Dan hasilnya memasrahkan kepada dirinya sendiri.  Humanisme dengan perspektif sekulernya mengingkari eksistensi Tuhan dan hari kebangkitan, dan atau jika dalam asumsi menerima, maka sama sekali tidak ada peran untuk Tuhan dan hari kebangkitan dalam pelbagai perkara kehidupan manusia. Bahkan, mereka meyakini perintah dan larangan-larangan Ilahi harus selaras dengan keinginan manusia dan jika dalam hal-hal agama dan ajaran-ajarannya berseberangan dengan keinginan manusia, maka harus dihukumi gagal.
Namun, menurut perspektif Islam, persamaan wujud dengan materi dan juga pendekatan sekuler adalah salah dan dengan asumsi adanya Tuhan dan alam akhirat, manusia harus menjauhi sifat takabbur dan mengikuti hawa nafsunya dan untuk sampai kepada tujuan agungnya, harus merelevansikan dirinya dengan ajaran-ajaran agama. Dengan kata lain, Allah (Swt) yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui tidak boleh mengikutkan diri-Nya dengan manusia yang tak luput dari kesalahan dan mengikuti hawa nafsunya, bahkan manusia yang bersalah harus mengikuti Allah (Swt), perintah, dan larangan-larangan-Nya.
3- Dengan peniadaan Tuhan dalam perspektif Humanis, satu-satunya eksistensi pemilik dunia ini adalah manusia. Dan dikarenakan manusia adalah pemilik, maka memiliki hak segala bentuk penggunaan dalam alam semesta; yakni sebagaimana agama harus bersifat manusia dan berkewajiban untuk merelevansikan dirinya dengan keinginan-keinginan manusia, dunia eksistensi juga harus mengikuti kehendak dan keinginan manusia dan oleh sebab itu dikarenakan manusia adalah pemilik rumah dunia bisa membuat dunia sesuai dengan keinginan dirinya dan memiliki hak dalam rangka menjamin keinginannya untuk membuat prasarana dan teknologi-teknologi mengerikan. Adanya bom atom penghancur, sarana-sarana perang yang sangat merusak, perubahan genetik yang sangat pelik, perubahan jenis kelamin dalam diri manusia dan lain-lainnya, berdasarkan perspektif ini dapat dijustifikasi.
Akan tetapi sesuai dengan perspektif Islam, dikarenakan Allah (Swt) adalah sang pencipta segala eksistensi (selain diri-Nya), maka Dia adalah pemilik segala keberadaan dan termasuk manusia. Dan pada hakikatnya manusia adalah tamu rumah di dunia. Dengan demikian, penggunaannya di dunia harus semata-mata untuk sampai kepada tujuan akhir dan sejatinya, dan dikarenakan penentuan dan pengaturan kualitas dan kuantitas penggunaan manusia secara terperinci dan selaras untuk tujuan akhirnya, bukan dalam batasan akal manusia, maka harus memasrahkan kepada hidayah bijaksana Ilahi dan memakai seukuran dimana agama dan ajaran-ajaran Ilahi membolehkan penggunaannya, dan jika tidak maka segala bentuk penggunaan dari pihak manusia di jagad raya melebihi batasan yang telah ditentukan dalam agama akan mengakibatkan kerusakan manusia dan dunia.
4- Dikarenakan manusia Humanisme menganggap dirinya sebagai pemilik dunia dan boleh untuk melakukan segala bentuk penggunaan di dunia, maka mencari pengetahuan dimana memmampukan dirinya dalam tujuan ini, di karenakan inilah tujuan ilmu eksperimen dalam dunia baru, adalah meraih kemampuan yang lebih untuk menguasai dunia. Akan tetapi sesuai dengan perspektif Islam, meskipun eksistensi dunia diperkenankan untuk manusia, akan tetapi tujuan ilmu semata-mata bukanlah untuk menguasai dunia, bahkan perhatian dengan tanda dan kecirian dunia, perpindahan menuju Allah Swt adalah tujuan utama pengetahuan manusia, pada hakikatnya manusia lewat pemanfaatan eksistensi dunia, harus perhatian dan mengetahui dimensi tanda-tanda dan cerminan eksistensi dunia sehingga meraih tujuan agungnya.

 

Pandangan Dunia; Titik Asli Perbedaan Antara Islam dan Humanisme
5- Tantangan terpenting dan titik asli perbedaan antara Islam dan Humanisme adalah dalam masalah pandangan dunia, karena landasan pandangan dunia Humanisme berdasarkan paradigma ilmu pengetahuan alam dan paparan yang tak berargumen serta ajaran tidak benar metode ini, melakukan materialisme dan keduniawian dimana kelazimannya adalah pengingkaran atau keraguan dan atau ketidakpedulian terhadap dunia metafisik dan alam ghaib.
Namun dalam perspektif Al-Quran Al-Karim, keyakinan dan kepedulian terhadap dunia ghaib merupakan klaim-klaim pertama agama dan termasuk syarat kondisi untuk masuk dalam kelompok iman. Jadi sebuah pemikiran agama suci jenis pandangan dunia ini tidak akan bisa memiliki kompatibilitas dengan sebuah contoh pandangan scientology dan Positivis. Meskipun Islam memvalidkan ilmu eksperimen dan metode ilmiah, namun: pertama-tama tidak dikategorikan sebagai satu-satunya metode dan tidak membatasi jalan pengetahuan peraihan kebahagian hanya pada hal tersebut, kedua: dengan memperhatikan satu dimensi dan potensi salah metode ini, maka tidak dapat mengasaskan sebuah pandangan dunia terhadapnya.
6- Salah satu perbedaan lainnya antara dua pemikiran ini adalah Islam menegaskan kebebasan manusia dan menerimanya sebagai sebuah pokok penting dalam pelbagai ranah, dan bahkan dalam penerimaan pokok agama.
Demikian juga dengan pengakuan metode “Ujian dan Kesalahan” dalam ranah khususnya, tidak menerima minimalisasi absolut dan generalisasi metode ini, yaitu kebebasan mutlak manusia dan keinginan-keinginannya. Dengan ibarat lain, menurut pandangan ajaran-ajaran Al-Quran – yang berbeda dengan filsafat liberal Humanisme- banyak sekali ranah dan iklim-iklim dan satu-satunya jalan untuk mengetahuinya adalah pengabaran wahyu yang menurut pandangan Al-Quran termasuk area terlarang dan tidak bebas, bukan hanya tidak ada jalan ke arah sana bagi ujian dan kesalahan, akan tetapi masuk ke sana merupakan kesalahan.
Sejatinya, menurut perspektif Al-Quran Al-Karim, terdapat pengetahuan terunggul yang diberi nama wahyu, dimana terkadang hal itu disebut dengan akal terpisah, dimana ilmu dan akal terbatas dunia dengan menggunakannya mampu mencegah dari keterjatuhan dalam lubang dan dengan mudah sampai ke ketinggian-ketinggian yang tidak dapat dicapai dan mencegah dari mengikuti jalan yang tidak memiliki nilai-nilai untuk diikuti.
7- Poin ini tidak perlu penjelasan, dimana ajaran-ajaran Al-Quran terdapat kemuliaan manusia yang yakin dengan mantap; dan membelai manusia dengan kemuliaan khusus Ilahi. Dalam ayat-ayat Ilahi dengan penegasan tinggi, seluruh alam dan sesuatu berkenaan dengan manusia, seperti para utusan dan pekerja berada dalam kendalinya. Namun poinnya disini, yaitu kemuliaan dan sentralitas manusia dalam agama-agama dikenalkan berkaitan dengan permulaan dan tujuan akhirnya (Allah Swt); dan ini sangat kontradiksi dengan segala bentuk ekstremis Humanisme dan pemberian harkat ketuhanan terhadap manusia.
Meskipun pemikiran Humanis dari satu sisi, reaksi terhadap estakologis ekstrim dan kejemuan gereja abad pertengahan, namun dengan ini semua, setiap agama yang otentik juga sudah pasti kesenangan-kesenangan, tidak bertanggungjawab dan ketidakadanya taklif manusia di hadapan Allah dan dihadapan manusia lainnya atau alam tabiat merupakan akar pengingkaran (sebuah kelaziman dari hak dan tugas).
Menurut keyakinan dari kebanyakan para pengkritik mazhab, kerusakan dan penghancuran lingkungan yang menghawatirkan, untuk keuntungan lebih para pemodal dan juga kemarahan dan kemurkaan serta pertumpahan darah di dunia, dan ketidakseimbangan dan ketiranian ekonomi, keseluruhannya dapat berkorelasi dengan konsep hak minus tugas dan taklif.
8- Dalam perspektif Antropologi Al-Quran, harkat manusia tidak terpenjara dan terbatas dalam perkara-perkara duniawi; pada dasarnya dalam pemikiran ini, kedudukan dan harkat manusia lebih bermakna ketika berkorelasi dengan permulaan dan tujuan akhir (Allah Swt).
Nilai-nilai moral manusia dalam hal ini juga jadi perhatian. Dengan demikian, Al-Quran Al-Karim menerima Humanisme ketika tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian dan Ilahi; dan menegaskan peralihan nilai-nilai kemanusiaan dan perkembangan potensi dunia dan langitnya; namun sama sekali tidak menganggap manusia sebagai satu-satunya pencipta nilai-nilai.
Dengan adanya semua kedudukan yang dimiliki manusia Qurani, poros semua perkara adalah Tuhan dan keyakinan terhadap sentralistis Tuhan, sama sekali tidak kontradiktif dengan nilai dan kedudukan manusia serta kebebasan dan ikhtiyarnya. Dalam sistem sentralistis Tuhan, poros semua perkara, permulaan dan tujuan akhir adalah Tuhan sedangkan tujuan dunia, manusia dan tujuan manusia adalah Tuhan; keberadaan bersumber dari Tuhan dan bergumul serta bergerak menuju Tuhan.

1447893

Kunci-kunci: quran
captcha