IQNA

Istighfar dalam Alquran/ 3

Hakikat Istighfar dalam Lisan Amirul Mukminin Ali (as)

11:13 - December 10, 2025
Berita ID: 3483120
IQNA - Dalam sebuah riwayat, Imam Ali (as) selain hakikat istighfar, menjelaskan enam tahapannya.

Diriwayatkan bahwa Kumail bin Ziyad bertanya kepada Imam Ali (as): Seorang hamba berbuat dosa dan beristighfar/memohon ampunan kepada Allah. Apa arti dan definisi istighfar? Imam menjelaskannya secara singkat sebagai taubat. Kumail bertanya tentang metode istighfar, Imam berkata: "Setiap kali seorang hamba berbuat dosa, ia harus mengucapkan dengan bibir dan lidahnya: Astaghfirullah (Aku memohon ampunan kepada Allah), dan niatnya adalah untuk menghubungkannya dengan hakikat". Kumail bertanya apa arti hakikat? Imam berkata: "Memiliki keyakinan di dalam hatinya dan memutuskan untuk tidak mengulangi dosa yang telah ia mohon ampunan."

Kumail berkata: Jika aku berbuat demikian, apakah aku termasuk orang yang memohon ampun? Imam berkata: "Tidak, karena engkau belum mencapai hakikatnya." Kumail bertanya apa hakikat memohon ampun? Imam menjawab: "Bertaubat dari dosa yang engkau mohon ampun, dan inilah derajat ahli ibadah yang pertama dan meninggalkan dosa. Istighfar adalah kata yang memiliki enam makna: Pertama, menyesali atas apa-apa yang telah terjadi di masa lampau; kedua, bertekad untuk meninggalkan kembalinya perbuatan itu selamanya; ketiga, supaya engkau memberikan kepada semua manusia hak-hak mereka sehingga engkau menemui Allah, tidak ada yang mengikutimu dari hak-hak itu; keempat, supaya engkau mengerjakan setiap kewajiban yang engkau telah tinggalkan dan engkau tunaikan hak-haknya; kelima, daging-daging yang tumbuh dari hasil pencarian yang haram, engkau lumerkan dengan kesedihan-kesedihan, sehingga kulit melekat/menempel dengan tulang dan setelah itu daging yang baru tumbuh di antaranya; keenam, supaya engkau merasakan badan yang sakit karena mengerjakan ketaatan, seperti engkau merasakan manisnya maksiat.  

Dalam definisi ini, memohon ampunan dan istighfar sejati disertai dengan taubat, tetapi sebagaimana Imam katakan tentang hakikat istighfar, ruh dan hakikat istighfar adalah penyesalan hati yang mendalam; karena selama seseorang belum menyesali kesalahannya, ia belum dapat benar-benar beristighfar dan memohon ampunan kepada Allah swt. Sebagaimana Imam Ridha (as) berkata: "Barangsiapa memohon ampunan dengan lisannya namun belum bertobat, sesungguhnya ia telah mengejek dirinya sendiri."

Atas dasar ini, Amirul Mukminin (as) menganggap "penyesalan hati" sebagai salah satu rukun taubat. Peran taubat dalam realisasi sejati istighfar begitu besar sehingga dalam hadis lain beliau berkata: "Penyesalan adalah istighfar". Perkataan Amirul Mukminin (as) merupakan poros pengenalan dan pendefinisian kebenaran dan tidak boleh dianggap berlebihan; karena taubat sejati melibatkan keputusan untuk tidak mengulangi dosa dan memperbaiki masa lalu; oleh karena itu, keenam tahapan mencari ampunan yang dinyatakan dalam hadis Amirul Mukminin (as) disertai dengan penyesalan sejati (ruh istighfar). Namun, memintakan ampunan bagi orang lain berarti memintakan ampunan bagi mereka dari Allah swt. (HRY)

 

3495227

captcha