Telah disebutkan pada catatan sebelumnya bahwa Tuhmah merupakan salah satu keburukan akhlak yang disebutkan dalam Alquran. Dan disebutkan ayat tersohor Ifk sebagai contoh.
إِنَّ الَّذِینَ جَاءُوا بِالْإِفْک عُصْبَةٌ مِّنکمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَّکم بَلْ هُوَ خَیرٌ لَّکمْ لِکلِّ امْرِئٍ مِّنْهُم مَّا اکتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَالَّذِی تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِیمٌ* لَّوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنفُسِهِمْ خَیرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْک مُّبِینٌ
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah kelompok di antara kamu (juga). Janganlah kamu mengira bahwa peristiwa itu buruk bagimu, sebaliknya itu baik bagimu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Adapun orang yang mengambil peran besar di antara mereka, dia mendapat azab yang sangat berat.
Mengapa orang-orang mukmin dan mukminat tidak berbaik sangka terhadap kelompok mereka sendiri, ketika kamu mendengar berita bohong itu, dan berkata, “Ini adalah (berita) bohong yang nyata?” (QS. An-Nur: 11-12).
Pangkal Tuhmah adalah “Su’u dzan/ Buruk sangka”. Buruk sangka terhadap tindakan, perkataan, atau keadaan orang lain dapat menyebabkan seseorang melakukan tuhmah baik saat mereka hadir maupun saat mereka tidak ada. Pernyataan tuhmah ini dimungkinkan dalam dua hal:
1- Pernyataan secara langsung: Terkadang pelaku Tuhmah menisbatkan perilaku atau sifat buruk terdakwa di hadapannya dan memberikan bukti serta dokumen mengenai penisbatan tersebut yang dapat mencakup ucapan atau sikapnya.
2- Pernyataan tidak langsung: Terkadang pelaku Tuhmah tidak mengatakan apa pun di hadapan orang tersebut; sebaliknya, ketika dia tidak ada, dia menisbatkan suatu perilaku atau atribut yang tidak menyenangkan kepadanya.
Seorang muslim hendaknya tidak menjadi pendengar Tuhmah, namun jika ia mendengar tuhmah secara tidak sengaja, hendaknya ia berusaha menolaknya, dan tidak cukup hanya menyebutkan poin “jangan melakukan tuhmah”; karena mungkin ucapan kalimat ini menekankan adanya cacat dan kekurangan pada orang yang didakwa.
Membersihkan bahasa dari hama Tuhmah bisa dilakukan dengan usaha terus-menerus. Pengobatan penyakit ini harus dimulai dengan hati-hati karena konsekuensi buruknya; kemudian senantiasa mengingatkan mereka bahwa: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin” (QS. Adz-Dzariyat: 55). Mengingat akibat dan dampak tuhmah akan menimbulkan kebencian dan rasa jijik dalam hati terhadap perilaku buruk tersebut; oleh karena itu, untuk memperkuat rasa jijik terhadap tuhmah, hendaknya seseorang mengambil langkah untuk meninggalkannya, dan juga harus memikirkan nilai dan keagungan kehormatan orang lain, sehingga tidak mudah melangkah menuju kehancurannya.
Agama suci Islam menganggap kehormatan dan kesucian seorang mukmin lebih tinggi dari Ka'bah dan bahkan Alquran, dan dengan menyadari nilai tersebut, tidak membiarkan seorangpun untuk melanggar kehormatan orang lain. Memperkuat husnu dzan (prasangka baik) dan membawa perilaku orang lain ke arah yang positif adalah cara lain untuk menyembuhkan penyakit yang menghancurkan ini. (HRY)