IQNA

Pengawasan Ilahi dan Peningkatan Pengendalian Diri

16:04 - February 01, 2024
Berita ID: 3479574
IQNA - Kesadaran manusia akan pengawasan Tuhan dan malaikat yang berlapis-lapis serta pencatatan niat, ucapan, dan perilakunya yang akurat dapat menimbulkan terciptanya rasa kehadiran dan rasa malu dalam diri manusia serta memperkuat pengendalian diri.

Banyak keyakinan Islam dalam Alquran yang memperkuat pengendalian diri; diantaranya adalah pengawasan Ilahi. Alquran mengatakan, bukankah keberadaan seseorang di sisi Tuhan dan memandang Tuhan sebagai Yang Maha Melihat hakikat perbuatannya, membuat seseorang berhenti berbuat dosa dan mendustakan agama:

أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى

“Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?” (QS. Al-Alaq: 14)

Pengawasan Ilahi mempunyai karakteristik yang unik; pertama-tama, pengawasan ini mencakup seluruh aspek kehidupan manusia: “Wa kānallāhu 'alā kulli syai`ir raqībā/ Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu” (QS. Al-Ahzab: 52); Kedua, tidak ada tindakan besar atau kecil yang diabaikan; Sebagaimana para penjahat pada hari kiamat akan berkata dengan ketakutan dan keheranan:

يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا

“Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya”. (QS. Al-Kahfi: 49)

Ketiga, selain pengawasan Ilahi, para malaikat juga bertugas mencatat perbuatan hamba:

وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ كِرَامًا كَاتِبِينَ يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ

Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Infitar: 10-12). Menyadari pengawasan yang berlapis-lapis ini serta kehadiran dan kebersamaan para malaikat mulia yang mengetahui perbuatan para hamba dapat menimbulkan rasa kehadiran dan rasa malu pada diri manusia serta memperkuat pengendalian diri.

Ciri yang keempat adalah seseorang akan melihat prinsip amalan dan hakikatnya secara utuh pada hari kiamat:

يَوْمَ تَجِدُ کلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُحْضَرًا

Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya)”. (QS. Ali Imran: 30)

Pemahaman audit jenis ini memang tidak mudah dipahami jika dibandingkan dengan kaidah dunia, namun menurut kaidah akhirat, seseorang akan menghadapi wujud nyata perbuatannya di sana.

Oleh karena itu, pandangan seseorang terhadap hubungan dunia dan akhirat memperkuat pengendalian dirinya. Jika seseorang mengira bahwa kehidupan kekal dan nasibnya di akhirat bergantung pada bagaimana ia menjalani kehidupan di dunia, maka ia akan berhati-hati terhadap detil tingkah lakunya dan apa yang keluar dari dirinya dalam setiap momen kehidupannya. Sebab, di hadapan harta dunia yang tidak berarti, ada dunia kekal di depan:

قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى

Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa”. (QS. An-Nisa: 77) (HRY)

 

captcha