Menurut Iqna mengutip Anadolu, Kementerian Luar Negeri Turki menyatakan keprihatinan yang mendalam atas eskalasi konflik antara tentara Myanmar dan kelompok etnis bersenjata, yang menyebabkan peningkatan korban sipil dalam beberapa bulan terakhir.
Kementerian Luar Negeri Turki mengumumkan: "Kami mengikuti dengan penuh keprihatinan atas bentrokan sengit dan peningkatan korban sipil di Myanmar dalam beberapa bulan terakhir."
“Kami sangat sedih dengan laporan baru-baru ini mengenai serangan terhadap warga sipil di Negara Bagian Rakhine, khususnya Muslim Arakan (Rohingya), dan pelanggaran yang telah menyebabkan puluhan ribu orang mengungsi,” kata pernyataan itu.
Kementerian Luar Negeri Turki meminta pihak-pihak yang berkonflik untuk menghormati aturan hukum internasional dan hukum humaniter internasional, melindungi warga sipil dan infrastruktur sipil, menghindari tindakan yang meningkatkan konflik etnis atau agama, termasuk perekrutan paksa, dan mengizinkan pengiriman segera dan tanpa gangguan bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut.
Ribuan Muslim Rohingya, yang sebelumnya mengungsi di kota Buthidaung di perbatasan dengan Bangladesh, baru-baru ini terpaksa meninggalkan kota tersebut karena meningkatnya bentrokan antara pasukan pemerintah dan tentara Arakan, yang kemudian berganti nama menjadi Arakha.
Berbicara kepada The Associated Press, Nay San Lwin, salah satu pendiri Koalisi Rohingya Merdeka, mengatakan kepada The Associated Press bahwa ada banyak pembunuhan yang tidak dilaporkan oleh anggota Tentara Arakan dan Tentara Myanmar terhadap Muslim Rohingya.
Pada tahun 2012, bentrokan terjadi antara umat Buddha dan Muslim di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, menewaskan ribuan orang, sebagian besar Muslim dan membakar ratusan rumah dan tempat usaha.
Organisasi hak asasi manusia internasional menerbitkan gambar satelit yang membuktikan bahwa ratusan desa hancur. (HRY)