IQNA

Apa Kata Alquran/ 22

Desakan Alquran tentang Dialog dalam Peristiwa Mubahlah

11:25 - July 26, 2022
Berita ID: 3477085
TEHERAN (IQNA) - Setelah peristiwa Mubahalah, yang terjadi dengan desakan orang-orang Kristen Najran pada kebenaran mereka sendiri, ayat-ayat dari Alquran diturunkan yang sekali lagi menyerukan dialog dan menyetujui kesamaan, dan dengan jelas menunjukkan pendekatan otentik Alquran untuk menjaga hubungan dengan satu sama lain.

Mubahlah mengacu pada situasi di mana kedua belah pihak yang mengklaim kebenaran untuk membuktikan kebenaran mereka meminta kutukan Allah untuk pihak lain, dan siapa pun yang dilaknat Allah, maka terbuktikanlah kebenaran pihak lainnya.

Peristiwa Mubahalah dimulai dengan surat Nabi Muhammad (saw) kepada umat Kristen Najran dan menyeru mereka untuk masuk Islam dan akhirnya berakhir dengan mundurnya umat kristen Najran dan beberapa dari mereka masuk Islam. Sebuah delegasi Kristen dari Najran, yang termasuk lebih dari sepuluh orang dari sesepuh mereka, datang ke Madinah, dan setelah kedua belah pihak bersikeras pada kebenaran keyakinan mereka, diputuskan bahwa masalah tersebut harus diselesaikan melalui Mubahlah. Ayat Mubahlah mengacu pada hal ini:

«فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ»

“Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, katakanlah (Muhammad), “Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (QS. Ali Imran: 61)

Di pagi hari Mubahlah, Rasulullah (saw) keluar dari Madinah bersama keluarganya termasuk putrinya Fatimah (as), wasinya Imam Ali (as) dan kedua cucunya Imam Hasan (as) dan Imam Husein (as). Ketika Abu Harithah, salah satu pemimpin delegasi Kristen, mengetahui siapa rombongan yang dibawa Nabi Muhammad (saw), dia berkata: “Demi Allah, mereka duduk seperti para nabi yang biasa duduk untuk bermubahalah, dan kemudian dia berbalik dan berteriak: Jika Muhammad tidak benar, dia tidak akan datang dengan orang-orang tersayangnya, dan jika bermubahalah dengan kita, sebelum tahun ini berakhir, tidak akan ada satu pun orang Kristen yang tersisa di bumi.”

Alquran; Marah dengan lawan atau dialog?

Rasoul Rasoulipour, seorang profesor di Universitas Kharazmi, dalam analisisnya tentang pendekatan Alquran terhadap masalah ini, dengan merujuk pada ayat-ayat surah Ali Imran berikut, menunjukkan bahwa konfrontasi keras mabahlah pada dasarnya bukanlah pendekatan utama Alquran. Tetapi pemahaman kedua belah pihak agar mendapat petunjuk, adalah jalan utama yang digambarkan oleh Alquran.

Dia berkata: Setelah Mubahlah, ketika umat Kristen Najran tidak setuju dengan Mubahlah, maka turunlah ayat ini, “Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (QS. Ali Imran: 61) dan Nabi (saw) mengatakan sekarang bahwa Anda tidak ingin bermubahlah, mari kita membuat kesepakatan tentang kesamaan kita.

Ayat ini menunjukkan bahwa Alquran telah menemukan sikap lain setelah Mubahlah. Mubahlah tidak terjadi pada masanya, namun Alquran tidak lagi mengatakan, kapan pun Anda siap, mari kita lakukan Mubahlah, tetapi sikap Alquran berubah dan mengatakan, mari kita bicara tentang kesamaan bersama. Kesimpulan saya adalah bahwa dalam kitab suci, baik dalam Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama, ada konteks untuk dialog, manusia mengutarakan keluhan-keluhan mereka kepada para nabi dan mengajukan pertanyaan kepada mereka.

Poin lain adalah bahwa dalam teks-teks suci dan Alquran, kita melihat banyak kasus di mana Nabi Muhammad (saw) dikafirkan dan dihina, tetapi beliau terus berdialog dan berkomunikasi. Apalagi jika kita mempertimbangkan dialog dengan tidak membatasinya pada pertukaran pengetahuan dan mengartikannya dengan makna komunikasi, pada dasarnya teks-teks suci datang untuk menciptakan komunikasi. Tujuan utama kitab suci adalah komunikasi untuk rekonsiliasi, yaitu, datang untuk berdamai dengan orang-orang yang terombang ambing dan memberi tahu mereka bahwa ada jalan, ada Tuhan, ada penjaga dan jangan putus asa. Landasan harapan adalah percakapan para nabi dengan manusia, terutama ketika Alquran menggunakan kalimat "Ya Ayyuhan Naas/Wahai Manusia", yang sangat penuh harapan. (HRY)

captcha